Pekanbaru, Gatra.com - Wakil Bupati Bengkalis Muhammad kembali mangkir dari panggilan penyidik Ditreskrimsus Polda Riau.
Lantaran itu, polisi bakal memanggil paksa Muhammad sebagai tersangka dugaan korupsi pipa transmisi PDAM pada 2013 lalu, waktu itu Muhammad berstatus sebagai Kepala Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Sumber Daya Air Provinsi Riau.
"Sampai sore ini belum juga hadir memenuhi panggilan sebagai tersangka, tak ada keterangan,kata Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto kepada Gatra.com Senin (10/2).
Sudah dua kali kata Sunarto Muhammad mangkir dari panggilan. Berdasarkan aturan hukum, Muhammad akan dijemput paksa untuk panggilan ketiga. "Tentu disertai surat perintah membawa. Itu kita lakukan sesuai prosedur hukum," tegas Sunarto.
Status tersangka Muhammad terkuak setelah Kejaksaan Tinggi Riau menyebut sudah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) perkara dugaan korupsi pipa transmisi PDAM senilai Rp3,4 miliar. Di sana dicantumkan nama Wakil Bupati Bengkalis, Muhammad.
SPDP itu diterima pada 3 Februari 2020. "SPDP tanggal 3 Februari atas nama M ST MP. Kalau sudah SPDP berarti sudah tersangka," kata Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau Hilman Azizi.
Hilman kemudian menjelaskan, SPDP itu dikirim oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau setelah dua bulan sebelumnya kedua penegak hukum itu melaksanakan gelar perkara di gedung Kejati Riau.
Dari gelar perkara pertama, Kejati Riau menyarankan supaya sejumlah nama yang mencuat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru dan terlibat dalam perkara itu, termasuk Muhammad diusulkan untuk ditindaklanjuti.
Itulah yang kemudian membikin Polda Riau mengirimkan SPDP dengan inisial M sebagai tersangka.
Status wakil Bupati Bengkalis Muhammad sebagai tersangka semakin kuat dengan pernyataan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Mia Amiati.
Sebelumnya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada pertengahan 2019 lalu memvonis tiga terdakwa dugaan korupsi pipa transmisi di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil).
Ketiga terdakwa itu adalah Direktur PT Panatori Raja, Sabar Stevanus P Simalongo, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Edi Mufti BE dan konsultan pengawas proyek, Syahrizal Taher. Hakim menyebut, ketiganya merugikan negara lebih dari Rp2,6 miliar.
Majelis hakim memvonis Sabar Stevanus P Simalongo dan Edi Mufti 5 tahun penjara. Keduanya juga dihukum membayar denda masing-masing Rp200 juta atau subsider 3 bulan kurungan.
Sabar Stefanus P Simalongo dijatuhi hukuman tambahan membayar uang pengganti kerugian negara Rp35 juta yang sudah dititipkan ke kejaksaan.
Lalu Syafrizal Taher divonis hakim 4 tahun penjara, denda Rp200 juta atau subsider 3 bulan kurungan.
Dalam nota dakwaannya JPU menyebutkan, perbuatan para terdakwa dilakukan pada tahun 2013 di Kantor Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Sumber Daya Air Provinsi Riau.
Di dinas itu ada paket pekerjaan pengadaan dan pemasangan PE 100 DN 500 mm dengan anggaran sebesar Rp3.836.545.000 yang bersumber dari APBD Riau.
Waktu itu Muhammad Kuasa Pengguna Anggaran dan Pengguna Anggarannya, SF Harianto yang kini menjadi pegawai di kementerian.