Jakarta, Gatra.com- Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Sosial berencana menyinergikan verifikasi dan validasi data kemiskinan. Meski untuk merealisasikan hal tersebut tampaknya cukup sulit. Hal ini mengingat adanya perbedaan metodologi antarkedua instansi.
“Ada metodologi yang pemanfaatannya berbeda. [Dalam] Panja [Panitia Kerja] tentang data kemiskinan dijelaskan BPS menggunakan data makro sebagai basic need. Sedangkan Kementerian Sosial menggunakan data mikro. Ruangnya berbeda, secara Undang-Undang (UU), Kemensos memakai data individu, sementara BPS tidak diperbolehkan,” ucap Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M.Habibullah, seusai rapat Panja dengan Anggota Komisi VIII di Gedung DPR RI, Kamis (6/2/2020).
Perbedaan ruang lingkup tidak menjadikan BPS dan Kemensos saling berdebat seputar data kemiskinan. Habibullah pun membantah kalau BPS tidak konsisten terkait metodologi. Hanya saja, keduanya memiliki kebutuhan berbeda. BPS memiliki target untuk memotret dan mengevaluasi program. Sedangkan Kemensos lebih kepada intervensi program yang sifatnya individu.
Untuk menyamakan persepsi, BPS dan Kemensos diharapkan sering mengadakan pertemuan. Deputi Bidang Statistik Produksi BPS melihat tujuan untuk mencapai integrasi data akan tercapai.
“Harapannya seperti itu karena program pak presiden kan nanti ada Perpes Nomor 39 Tahun 2019 [seputar] “Satu Data Indonesia”. Nah, BPS itu sebagai institusi pembina. Teman-teman Kapusdatin adalah Wali Data. Nah, sinergi ini yang sedang kita bangun sekarang,” katanya.
Berdasarkan data BPS, persentase penduduk miskin pada Maret 2019 sebesar 9,41%, angka ini menurun 0,25% poin terhadap September 2018. Selain itu, menurun 0,41% poin pada Maret 2018. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2019 sebesar 25,14 juta orang, menurun 0,53 juta orang terhadap September 2018 dan menurun 0,80 juta orang terhadap Maret 2018.