Jakarta, Gatra.com - Direktur Utama PT Taspen (Persero) Antonius Kosasih mengatakan, penyelenggaraan jaminan sosial oleh PT Taspen beserta program yang dijalankannya bersifat konstitusional.
Menurut Antonius alasan itu sesuai UUD 1945 Pasal 28 H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2), tidak mengharuskan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dilaksanakan oleh satu lembaga penyelenggara.
Antonius menyatakan, dalam mengelola program jaminan sosial Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pejabat negara, pihaknya mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 40/2004 tentang SJSN, UU Nomor 5/ 2015 tentang ASN, dan UU Nomor 17/2007 tentang RPJP, termasuk seluruh Peraturan Pemerintah dan Peraturan Kementerian yang mendasari operasional Taspen. Justru UU BPJS lah yang tidak harmonis dengan ketiga UU diatas.
“Dari keseluruhan UU yang menjadi dasar konstitusional dalam permohonan ini, yaitu UU SJSN, UU RPJP, UU ASN, dan UU BPJS, terlihat jelas bahwa berdasarkan penafsiran secara sistematis,” ujarnya saat sidang uji materi terkait pengalihan program PT Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (5/2).
Antonius menjelaskan, berdasarkan hasil perbandingan dengan Korea Selatan, Filipina, dan Malaysia, penyelenggaraan jaminan sosial dilaksanakan secara fokus dan tersegmentasi. Negara-negara tersebut, memisahkan pengelolaan berdasarkan segmen kepesertaan.
“Hal tersebut dilaksanakan dengan filosofi bahwa unsur penghargaan bagi government employee tidak dapat diabaikan, sehingga pengelolaan jaminan sosialnya pun harus diselenggarakan secara terpisah dengan sektor swasta, dengan kebijakan-kebijakan, layanan, dan manfaat yang lebih baik,” kata Antonius.
Dia mengungkapkan bahwa kehadirannya pada sidang Judicial Review (JR) di MK ini sebagai pihak terkait dari para pemohon yang merupakan peserta PT Taspen sendiri.
Antonius mengatakan bahwa para pesertanya, terutama yang mengajukan JR khawatir jika dana pensiun mereka dikelola oleh pihak lain.
"Jadi para pemohon sempat tanya ke saya, berapa aset Taspen? Saya jawab Rp263 triliun dengan anggota sebanyak 4,1 juta jiwa. Sementara aset BPJS yang kami tahu Rp412 triliun dengan anggota sekitar 16 juta peserta. Mereka bilang secara kasat mata memang ada potensi penurunan nilai manfaat kalau memang ada peralihan," tutur Antonius saat ditemui wartawan usai sidang uji materi.
Ditempat yang sama, salah satu pemohon, Sulaksmono Kamso menuturkan, secara materil dia meyakini akan terjadi penyusutan tunjangan pensiun yang diterimanya.
“Saat ini saya terima Rp4.246.300, mendapat tunjangan pokok, tunjangan istri, tunjangan anak dan tunjangan beras. Tapi kalau nanti dikelola BPJS, tinggal Rp1.313.768," jelasnya.
Sementara itu, lanjut pensiunan golongan 4B ini menilai, kerugian immaterial yang akan diterima diantaranya adalah potensi penurunan pelayanan prima PT Taspen yang saat ini dirasakan oleh para pemohon.
“Saat ini kami sudah merasakan pelayanan yang prima dari Taspen, Di antaranya layanan one hour service dan klaim otomatis. Kami khawatir nanti kalau dialihkan pelayanannya justru menurun,” katanya.
Sebagai informasi, sebanyak 18 orang yang terdiri atas pensiunan dan PNS aktif mengajukan permohonan uji materi ke MK atas Undang-Undang Nomor 24/2011 tentang BPJS.
Mereka memohon pengujian pada sejumlah pasal, terutama Pasal 57 huruf f, Pasal 65 ayat (2), dan Pasal 66 mengenai pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT Taspen (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.