Home Gaya Hidup Tekad Sinau Pancasila dari DIY di Dapur Nasionalisme Sukarno

Tekad Sinau Pancasila dari DIY di Dapur Nasionalisme Sukarno

Yogyakarta, Gatra.com – DPRD DIY bertandang ke tempat kos Sukarno di Surabaya. Upaya mengenang kembali perjuangan Sukarno menyatukan bangsa dan meneguhkan semangat untuk belajar bersama tentang Pancasila.

Dalam biografinya ‘Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia’ yang ditulis Cindy Adams, Sukarno menyatakan dengan jelas bahwa rumah Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto di Surabaya, tempat dia ngekos pada 1916-1921, menjadi ‘dapur nasionalisme’-nya.

Dari rumah ini, Komisi A DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta bertekad menularkan semangat belajar Sukarno muda tentang nasionalisme. Semangat ini akan disalurkan melalui proses 'sinau bareng Pancasila', buah pemikiran Sukarno tentang nasionalisme Indonesia.

Ketua Komisi A Eko Suwanto bersama 11 anggota DPRD lainnya dan rombongan wartawan mengunjungi rumah museum sejarah ‘HOS Tjokroaminoto’ di Gang Peneleh VII Nomor 29, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, Selasa (4/2).

Museum ini diresmikan pada 2017 dan dibiarkan dalam bentuk asli sebagai rumah asli HOS Tjokroaminoto. Berada di lingkungan padat penduduk, museum ini buka Senin-Sabtu dari pagi sampai sore. Di rumah berarsitektur Jawa yang dibangun 1870-an ini, tersaji berbagai memorabilia dan duplikasi perabotan rumah HOS Tjokroaminto lengkap dengan kamar pribadinya.

“Selain Sukarno, beberapa pembesar seperti Muso, Semaun, dan Kartosurwiryo juga pernah kos di rumah ini. Sejak dihibahkan ahli waris pada 2009, Pemkot lantas melakukan renovasi besar dan rekonstruksi kembali agar mirip dengan masa lalu,” kata pemandu wisata dari Dinas Pariwisata Kota Surabaya, Ahmad Yanuar.

Ahmad mengatakan hasil rekonstruksi memang tidak semirip aslinya karena keterbatasan sumber dan dokumen sejarah. Proses rekonstruksi rumah seluas 16 x 10 ini didasarkan pada penggambaran Sukarno di biografinya.

Di bukunya, Sukarno menulis rumah HOS Tjokroaminoto memiliki 10 kamar kos di bagian belakang rumah dan loteng. Sukarno menempati kamar tanpa jendela. Meski sudah berlistrik, Sukarno menyatakan tidak bisa membeli bohlam sehingga dia menggunakan pelita sepanjang siang dan malam.

Menurut Sukarno, kamarnya hanya berisi meja tempat menyimpan buku, gantungan baju, dan tikar pandan sebagai tempat tidur tanpa batal. Kamar seluas 5 x 10 meter ini berada di bagian belakang rumah dan bisa dicapai melalui tangga besi.

Di kamar itulah Sukarno berlatih teknik-teknik pidato setiap hari. Beberapa teman bahkan menganggapnya gila. “Karena tidak punya data lengkap, lewat gambaran Sukarno kami mengasumsikan dan menjadikan kamar di loteng atas adalah kamar Sukarno selama menempuh pendidikan di HBS Surabaya,” lanjut Ahmad.

Musuem ini berada di bawah pengawasan Dinas Pariwisata dan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang. Pemkot Surabaya berencana menjadikan rumah ini sebagai museum pendidikan sejarah mengenai tekad dan niat Sukarno belajar tentang nasionalisme demi memerdekakan bangsa Indonesia.

Usai menengok kamar Sukarno, Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto mengatakan, melalui kunjungan ini, perjuangan Sukarno dalam memperoleh pendidikan  dapat dibayangkan.

“Dengan pelita siang malam, Sukarno membaca buku-buku penting yang saat itu menjadi barang mewah. Dipandu HOS Tjokroaminoto, Sukarno menggali ide-ide nasioalisme bangsanya,” ucapnya.

Eko berkata, kehidupan Sukarno menunjukkan butuh tekad dan niat kuat untuk membangun bangsa ini. Untuk itu, di tengah modernisasi, kemajuan teknologi informasi, dan kemajemukan bangsa, saat ini butuh semangat bersama menggali kembali nilai-nilai Pancasila yang dilahirkan Sukarno.

“Kami ingin mengajak semua orang untuk belajar, sinau bareng, dan ngangsu kawruh (menimba ilmu) tentang Pancasila yang dulu menyatukan kita sebagai bangsa dan negara bernama Indonesia,” katanya.

Ketua DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwijono menyatakan museum sejarah HOS Tjokroaminto sangat penting untuk menjadi ruang belajar anak-anak muda.

“Ini menjadi penanda pentingnya persatuan dan kesatuan anak bangsa. Rumah ini adalah obor sumber energi bagi kita semua untuk terus belajar mengenai gagasan ke-Indonesia-an di masa modern ini,” paparnya.

Selain rumah HOS Tjokroaminoto, Adi menyebut Pemkot Surabaya akan menjadikan rumah kelahiran Sukarno di Gang Peneleh VI sebagai museum. 

 

274