Jakarta, Gatra.com - Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam mengatakan, Indonesia pernah dinyatakan International tidak mampu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat.
Pasalnya, kasus pembantaian di Gereja Suai, Timor Timur (sekarang Timor Leste) pada tahun 1999, yang diselesaikan melalui pengadilan Ad Hoc di tahun 2002, dinyatakan gagal.
"Itu dianggap tidak profesional gampangnya, atau tidak punya kemampuan. Jadi seharusnya dia bisa memenjarakan pelaku, karena tidak profesional, pelakunya malah bebas," katanya di Jakarta, Kamis (30/1).
Anam menjelaskan, dari 22 terduga pelaku, Indonesia hanya mengajukan 18 orang untuk diadili oleh pengadilan Ad Hoc saat itu. Empat orang lainnya dicoret dari daftar terduga pelaku oleh pemerintah.
"Itu top levelnya yang dicoret gak masuk ke pengadilan. Oleh proses pengadilan Ad hoc di Indonesia dinyatakan bebas," jelas Anam.
Sekretaris Jenderal PBB saat itu, Kofi Annan, memperhatikan proses pengadilan ini hingga akhirnya membentuk Komisi Ahli. Akhirnya, komisi ahli bentukan Kofi Annan ini menyatakan proses pengadilan Ad hoc Timor Timur, di Indonesia tidak kredibel.
"Sarannya tiga, satu diadili ulang di mahkamah internasional. Kedua, diadili di bawah yuridiksi ICC. Terakhir diadili di hybrid court," paparnya.
Selain itu, penanganan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu lainnya juga masih belum bisa terselesaikan. Seperti kasus Trisakti, Semanggi 1, Semanggi 2, yang terjadi di tahun 90-an.
"Kasus Trisakti, Semanggi 1, Semanggi 2, sejak tahun 2002 berkasnya sudah dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat, sampai detik ini belum ada proses yang signifikan," tambahnya.
Karena itu, lanjut Anam, Komnas HAM akan terus berupaya untuk menyelesaikan kasus-kasus ini melalui proses yudisial. Anam menegaskan, akan kembali menarik tanggung jawab internasional bila pemerintah tidak berkeinginan menyelesaikan kasus ini.
Bahkan, Anam menyebut, tidak dibenarkan memasukkan kasus-kasus ini dalam Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang diwacanakan akan dibentuk pemerintah. Penyelesaiannya tetap harus dilakukan secara yudisial.