Medan, Gatra.com – Rekomendasi yang diberikan Kelompok Kerja (Pokja) Literasi Kalimantan Utara (Kaltara) kepada Presiden Jokowi melalui Staf Khusus Presiden RI, Adamas Belva Syah Devara diharapkan harus segera ditindaklajuti dan diwujukan.
Harapan itu diungkapkan penggiat literasi Maruntung Sihombing dari Taman Baca Masyarakat (TBM) Pondok Baca Idawa, Kabupaten Lanny Jaya, Papua. Ia mengatakan untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, pemerintah harus membenahi budaya literasi.
Baca Juga: Staf Khusus Presiden Terima 5 Points Rekomendasi Kaltara
“Lima rekomendasi tersebut merupaka masalah pendidikan yang juga dihadapi para pegiat di Papua. Presiden Jokowi diminta menindaklanjuti rekomendasi itu menjadi kebijakan konkrit,” katanya kepada Gatra.com melalui seluler, Kamis (30/1).
Keterampilan membaca, menulis, dan berhitung harus dilakukan mulai dari tingkat dasar yakni Sekolah Dasar (SD). “Kuncinya ada di SD. Jika ditingkat SD anak sudah tuntas membaca, berhitung dan menulis, maka mereka akan lebih siap belajar di level selanjutnya,” terangnya.
Ia mengatakan tantangan untuk menuntaskan keterampilan di daerah seperti Papua dan Papua Barat lebih berat dan kompleks. Sudah menjadi rahasia umum banyak siswa Papua di tingkat SMP dan SMA belum mampu calistung.
Baca Juga: Kemah Literasi Kaltara Akan Dihadiri Staf Khusus Presiden
Padahal keterampilan ini merupakan modal bagi anak untuk belajar di kelas selanjutnya. Pemerintah harus memastikan kompetensi dasar calistung dalam semua satuan pendidikan betul-betul tuntas di tingkat SD, SMP, maupun SMA/SMK.
“Pemerintah dan komunitas literasi harus berkolaborasi mencari jalan keluar menghadapi tantangan ini. Dibutuhkan cara efektif dan efesien, agar anak benar-benar siap belajar,” tegas mantan guru program SM3T ini.
Selanjutnya Maruntung mengatakan, ketersediaan buku bisa menjadi alat yang kuat untuk meningkatkan keterampilan calistung. Masalahnya buku yang tersedia di Papua, sering tidak sesuai kebutuhan anak dan daerah.
Baca Juga: Keterampilan Membaca Pondasi Merdeka Belajar
Jikapun ada, buku-buku itu lebih banyak buku teks pelajaran yang tidak ampuh memicu kesenangan anak membaca. “Selama sebagian besar sekolah di Papua, terutama sekolahdi Pegunungan Tengah Papua, tidak memiliki ketersediaan buku yang mumpuni,” terang Maruntung.
Guru ini di SMA Negeri 1 Makki ini, menambahkan, buku yang paling dibutuhkan di provinsi ujung Indonesia itu adalah buku berkontekstual Papua. Isi buku-buku ini mengambil kegiatan hidup sehari-hari orang Papua, sehingga anak lebih mudah memahami makna buku itu.
Selain itu isi buku kontekstual Papua menggunakan kalimat yang sederhana dengan gambar yang lebih menarik.”Dengan desain buku seperti ini, buku kontekstual Papua menjadi jembatan penghubung yang efektif antara anak dan ilmu pengetahuan,” terangnya.
Baca Juga: Anggaran Optimal, Kaltara Fokus Kesehatan dan Pendidikan
Merujuk rekomendasi dari Sun Shine Coast University, Australia, Maruntung mengatakan ada 10 poin usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan di Papua, salah satunya adalah dengan melakukan pembelajaran berkonteksual Papua (Papua contextual teaching and learning).
Karena itu kemampuan mengajar (pedagogik) guru, menjadi salah satu faktor penting, dalam meningkatkan mutu pendidikan. Guru-guru perlu mendapatkan pelatihan secara periodik, termasuk pelatihan mengajarkan literasi dan numerasi. Guru harus mampu mendesain materi dan metode mengajar yang sesuai kondisi geografi dan budaya setempat.
“Pemerintah pusat harus bekerjasama dengan pemerintah dan guru daerah untuk mendesain materi dan pembelajaran yang berkontekstual Papua sehingga siswa-siswi di Papua lebih gampang dalam menerima pelajaran,” tambahnya.
Baca Juga: Putera Asli Papua Jadi Wakil Menteri PUPR
Maruntung mengatakan, ketersediaan guru menjadi masalah serius lain di Papua. Banyak sekolah-sekolah di pedalaman Papua yang terisolasi, tidak mempunya cukup guru untuk mengajar. “Kalau guru tidak ada, bagaimana anak bisa belajar? Jadi ketersediaan guru perlu di Papua,” tambahnya.