Tanggerang Selatan, Banten - Presiden Jokowi mengatakan, Indonesia sudah sekian lama memiliki masalah. Terutama soal defisit neraca dagang karena impor di sektor energi. Selain itu, daya saing dan produksi berbasis riset juga belum optimal. Penyebabnya, karena negara selama ini mengesampingkan riset. Brazil misalnya, Jokowi mencontohkan, sejak tahun 1970 sudah menggunakan energi bioetanol, dan saat ini sudah menjadi E100.
"Saya tidak mau kalah. Kita punya potensi buah sawit atau CPO jutaan kilo liter. Tiga juta ha produksi 64 juta ton per tahun. Dan alhamdullilah sanggup B20 dan tahun ini masuk B30. Dan nanti menuju B40 ke B50 naik-naik menuju B100," ujar Jokowi di Rakornas Menristek di Puspitek, Tanggerang Selatan, Banten, Kamis (30/1).
Bekas Gubernur DKI Jakarta ini berkeyakinan, Indonesia menuju B100 bukanlah suatu hal yang mustahil, apalagi Indonesia memiliki banyak pakar yang tersebar di Universitas maupun di swasta. Lalu, Jokowi memuji karya Prof Subagyo yang telah membuat katalog minyak nabati sejak 1980. "Ada mengubah sawit jadi bensin, mengubah minyak kelapa jadi avtur. Ini luar biasa. Prof Subagyo dari ITB belum pernah ketemu, tapi saya sering lihat di Youtube," ungkapnya.
Terlebih, lanjut Jokowi, saat ini Pertamina membutuhkan hampir 50 katalis dan hanya 3 yang dipenuhi oleh produk lokal. "Dengan membangun katalis nasional, akan mendrive harga sawit. B20 kita pake sawit naik, B30 kita pake yang berkaitan dengan sawit baik lg. Impor berkurang, defisit berkurang. Ini efeknya kemana-kemana. Seperti ini harus diintegrasikan. Arah seperti inilah yang kita arah tuju," pungkasnya.