Jakarta, Gatra.com - Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati membahas beberapa poin. Salah satu bahasan yang menjadi perhatian utama dalam rapat ini adalah mengenai kesiapan PT Pertamina (Persero) dalam implementasi B30 di Indonesia.
Sesuai Keputusan Menteri ESDM nomor 227 Tahun 2019, kebijakan B30 pada sektor transportasi berlaku pada produk solar subsidi yakni Biosolar, serta non subsidi Dexlite sudah diimplementasikan di seluruh Indonesia pada 1 Januari 2020. Anggota Komisi VII DPR RI, Dyah Roro Esti Widya Putri, memberikan apresiasi kepada PT Pertamina (Persero) atas inovasi ini sekaligus memberikan masukannya.
"Ada hal yang perlu diperhatikan terkait kandungan fatty acid (asam lemak) dalam B30 yang dapat menyebabkan korosi pada mesin. Hal ini dapat mengurangi minat masyarakat untuk menggunakan B30 karena dapat mengakibatkan kerusakan mesin mobil," ucap Roro Esti di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/1).
"Sehingga dibutuhkan studi lebih lanjut guna memperbaiki kualitas B30 ini ataupun inovasi biofuels dimasa mendatang oleh Pertamina sehingga dampak-dampak negatif tersebut dapat dihindarkan," imbuh politisi partai Golkar itu
Roro Esti juga mendorong Pertamina untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa kedepannya penggunaan biodiesel B30 hingga B100 dijamin tidak mengakibatkan kerusakan pada mesin kendaraan.
Dalam kesempatan ini, ia juga menanyakan bagaimana Pertamina menjamin stabilitas bahan baku pembuatan FAME (Fatty Acid Methyl Ester) yang merupakan bahan campuran B30. Legislator dapil Jawa Timur X ini juga menegaskan jangan sampai energi yang diproduksikan sudah “green” tetapi bahan bakunya didapatkan dari ekspansi perkebunan yang mengorbankan hutan alam atau isu lingkungan lainnya. "Karena mimpi besar Indonesia adalah untuk membangun energi yang berkelanjutan," ungkapnya.
Dyah juga menyarankan, dalam perkembangannya ke depan, Pertamina dengan Kementerian ESDM harus memikirkan solusi jitu untuk mengurangi karbon yang menyebabkan efek rumah kaca. Salah satu yang ia sarankan adalah dengan penerapan Carbon Tax. "Diperlukan gebrakan atau solusi baru dari pemerintah. Salah satunya adalah dengan penerapan Carbon Pricing atau Carbon Tax seperti yang telah diterapkan di negara-negara maju. Namun tetap harus ada feasibility study agar mengetahui apakah Carbon Tax ini dapat diterapkan di Indonesia ke depannya," tandasnya.