Jakarta, Gatra.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengharuskan menteri baru dari Kabinet Indonesia Maju untuk terus melakukan belanja negara. Hal itu dilakukan agar sejalan dengan kebijakan counter cyclical yang telah ditempuh pemerintah.
Tidak hanya itu, menurut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, belanja negara harus tetap dilakukan, meski penerimaan negara mengalami tekanan. Sebab, belanja negara merupakan salah satu instrumen untuk meningkatkan konsumsi domestik.
"Sehingga kita terus memberikan warning kepada menteri di kabinet, bahwa belanja ini harus dilakukan. Karena ekonominya tetap mengalami tekanan, jangan sampai ini menyebabkan slowing down dari belanja 2020. Jadi ini terutama kepada menteri baru, kami menyampaikan agar tetap melakukan eksekusi belanja," ujar dia, di Kompleks DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (28/1).
Lebih lanjut Sri Mulyani menjelaskan, belanja yang harus dilakukan menteri baru itu, berapa diantaranya adalah dengan mempercepat penyaluran bantuan sosial dan belanja kementerian/lembaga (K/L).
Dengan begitu, Sri Mulyani memperkirakan, pada tahun 2020 akan terjadi pelebaran defisit, dari target sebelumnya, yakni hanya di level 1,76 persen dari Product Domestic Bruto (PDB).
"Melihat penerimaan, kita akan melihat kemungkinan pelebaran, namun melihat dinamika global kita akan tetap pakai 1,76% sampai semester I. Kita lihat nanti," ujar dia.
Sementara itu, pada 2020, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengalokasikan dana sebesar Rp2.540 triliun untuk belanja negara. Sedangkan realisasi hingga akhir tahun 2019, yakni sebesar Rp2.310,2 triliun atau 93,9 persen dari yang telah dianggarkan sebesar Rp2.461,1 triliun.