Gunungkidul, Gatra.com – Ketua Komisi D DPRD DIY Koeswanto menyatakan program ‘Desa Menanti' yang digagas Kementerian Sosial RI di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai proyek gagal. Pemda DIY diminta segera berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar masalah ini tidak berlarut-larut.
Hal ini disampaikan Koeswanto saat mengunjungi kawasan perumahan program Desa Menanti di lereng perbukitan RT 08, RW 02, Dusun Doga, Desa Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul, Selasa (28/1).
“Selain tidak banyak yang dihuni, saya melihat beberapa bangunan dari 40 rumah yang ada sudah tidak layak huni. Bahkan satu yang di pojok utara itu malah ambrol atapnya,” kata Koeswanto.
Perumahan ini rencananya menjadi hunian para pemulung di DIY. Saat ini kawasan ini dihuni lima keluarga dari 24 keluarga yang tercatat menempati. Kebanyakan warga di perumahan ini tinggal di Kota Yogyakarta untuk bekerja di jalanan dan pulang seminggu sekali.
Komisi D DPRD DIY juga menemukan masalah lain yang tak kalah pelik. Para penghuni kini diminta pergi dari rumah dan permukiman itu oleh Pemda DIY atas rekomendasi Pemkab Gunungkidul karena area ini akan dijadikan pusat pelatihan keterampilan.
“Padahal dari pengakuan pemilik rumah yang kami temui, mereka sejak awal dinyatakan sebagai pemilik rumah. Lah, ini kan malah tambah runyam. Proyek ini dulu digambarkan sebagai transmigrasi dari kota ke desa,” ujarnya.
Koeswanto melihat program Desa Menanti sejak 2015 itu gagal karena sinergi dan koordinasi Kemensos, Pemda DIY, dan Pemkab Gunungkidul tak terjalin.
Karena itu, Komisi D DPRD DIY akan mengundang seluruh pihak untuk menyelesaikan masalah ini, terutama soal kepemilikan aset yang hingga kini belum diserahkan ke pemda.
Kepala Seksi dan Rehabiliatsi Sosial Tuna Sosial Dinas Sosial DIY Widianto mengakui program Desa Menanti tak berjalan sukses karena koordinasi sebatas di atas meja. Pembangunan pun dikerjakan sambil menunggu izin penggunaan lahan Sultan Ground, lahan milik Keraton Yogyakarta.
“Daerah hanya sebagai pelaksana saja. Semua perencanaan ada di Kemensos termasuk mengapa pemilihan lahan di sini,” katanya.
Dinas Sosial DIY mengakui kawasan ini tak layak huni. Apalagi fasilitas listrik dan air tak tersedia. Area ini bahkan sempat dinyatakan rawan bencana sehingga sempat dianggarkan pembuatan tanggul. Namun rencana ini dicoret karena pemilik aset tidak jelas.
Ketua RT 08 Suharno juga bingung atas kawasan Desa Menanti ini. Ia memang sempat diajak bicara oleh pemerintah desa, tapi sebatas rencana pengerjaan perumahan. Para penghuni rumah pun tak pernah didata.
“Sedangkan soal program dan siapa saja yang nanti akan bertempat di sini saja tidak pernah diajak berkoordinasi. Jadi selama ini saya tidak tahu siapa saja yang tinggal di sini meski saling sapa saat bertemu,” ujarnya.