Batam, Gatra.com - Bea dan Cukai Batam, Kepulauan Riau (Kepri) mencatat bahwa jumlah barang impor yang beredar di Batam setiap tahunnya mengalami peningkatan signifikan. "Tiga tahun terakhir signifikan. Tahun 2017 sekitar 9 jutaan, 2018 17 jutaan, dan 2019 menjadi sekitar 45 juta," rinci Kepala Bidang Kepatuhan dan Layanan InformasiBea dan Cukai Batam, Sumarna kepada Gatra.com, Senin (27/1).
Sumarna enggan berspekulasi kalau pemerintah akhirnya mempertimbangkan untuk mengatur mekanisme peredaran barang-barang impor melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 199 tahun 2019. "Kami tak tahu persisnya seperti apa. Tapi kami yakin pemerintah sudah menggandeng pihak-pihak terkait termasuk Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) untuk membahas pemberlakuan PMK 199 itu," ujarnya.
Sementara itu, Deputi III BP Batam, Sudirman Saad mengatakan, dari data Apindo, ada 45 juta pengiriman barang dari Batam ke berbagai daerah lain. "Saya tak yakin bahwa 45 juta itu dilakukan oleh reseller yang hari ini datang menyampaikan aduannya ke kami. Lantaran itu, langkah yang akan kami ambil adalah mendorong reseller untuk berhimpun dalam suatu asosiasi biar BP Batam bisa mendata berapa sebenarnya jumlah reseller yang sepenuhnya mengantungkan perekonomiannya dari usahanya itu," katanya.
Batam kata Sudirman, memang dirancang bukan untuk menjadi surganya perdagangan barang konsumsi, tapi dirancang sebagai daerah industri supaya barang yang dihasilkan dapat diekspor ke luar negeri. Itulah alasan awal mengapa Batam ditetapkan sebagai wilayah zona dagang bebas (FTZ). "Kalau sekarang ada yang memanfaatkan Batam sebagai wilayah reseller, itu tak boleh. Dalam waktu dekat kami akan menghitung kembali kuota induk terhadap 45 juta barang yang keluar dari Batam tadi," ujarnya.
"Prinsipnya, barang konsumsi hanya untuk kebutuhan lokal Batam, bukan untuk diedarkan atau diperdagangkan di daerah lain," tambahnya.
Reporter: Fathur Rohman