Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar, mendatangi Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakata, Senin (27/1). Haris meminta transparansi Kejagung terkait kasus awal tahun 90-an, yakni korupsi yang diikuti dengan perampasan aset sangat fantastis berupa 11 juta meter persegi milik Lee Darmawan.
"Ada kasus lama awal tahun 90-an, kasus korupsi yang diikuti dengan perampasan aset dan perampasan aset itu jumlahnya fantastis, yaitu 11 juta meter persegi milik Lee Darmawan," ujar Haris kepada wartawan di Kejagung.
Haris mengatakan, tanah seluas 10 juta meter persegi dari 11 juta meter persegi telah dikembalikan kepada negara melalui Bank Indonesia (BI). Pihaknya mempertanyakan kepada Kejagung ke mana sisa perampasan aset tersebut.
"[sebanyak] 10 juta meter persegi telah dikembalikan ke BI, masih sisa 1 juta meter persegi lalu juga ada sekitar 800 ribu meter persegi asetnya Lee yang ikut disita tidak ada dalam putusan, berarti ada di dalam Kejaksaan. Kami menanyakan aset yang dirampas ke Kejaksaan Agung itu lalu oleh jaksa apakah itu sudah dikembalikan ke negara ke BI atau di daftarkan di Kementerian Keuangan," ujarnya.
Haris mengatakan, tidak ada respons yang memuaskan dari pihak Kejagung selama pertemuan dan pihaknya mencurigai ada aset-aset yang dikorupsi oleh para jaksa. Pihak Kejagung berdalih karena aset BLBI ditangani pegawai baru dan tidak memiliki dokumen tanah yang disita.
"Ini kan aneh, masa mereka tidak punya dokumennya? Berarti ada pencuri dong di Kejaksaan Agung," katanya.
"Kami mencium potensi aset tersebut dijual oleh para jaksa. Zaman Prasetyo, aset Lee Darmawan dimainkan," ujarnya
Haris pun kembali menyampaikan temuan lainnya dan memberikan waktu selama satu pekan kepada Kejagung untuk meresponsnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono, mengatakan, pihaknya masih menelusuri tanah tersebut. "PPA [Pusat Pemulihan Aset] masih mengecek yang ditanyakan Lokataru," ujarnya.
Reporter: RVD