Mataram, Gatra.com --- Evaluasi program pengentasan kemiskinan dan pelaksanaan intervensi pasar yang signifikan di NTB Maret hingga September 2019 lalu, menjadi kata kunci untuk menurunkan angka kemiskinan yang signifikan di NTB. Langkah ini juga dilakukan guna mengurangi angka penduduk miskin dan menciptakan kesejahteraan masyarakat.
“Kita membutuhkan data seperti yang dirilis oleh BPS untuk melakukan treatment (perlakuan) dan kebijakan yang tepat untuk mengatasi kemiskinan dan kemudian menggunakan data sektoral yang ada di OPD terkait agar tepat sasaran”, ujar Wakil Gubernur NTB, Hj Sitti Rohmi Djalillah di Mataram, Sabtu (25/1).
Data yang dirilis BPS NTB menyebutkan, pada Maret 2019 jumlah penduduk miskin di NTB mencapai 735,96 ribu jiwa atau sebesar 14,56 persen dari jumlah penduduk. Sementara, berdasarkan data September 2019, penduduk miskin NTB turun menjadi 705,68 ribu jiwa (13,88 persen).
Kepala BPS NTB, Suntono mengungkapkan, penurunan angka kemiskinan NTB sebesar 0,68 persen menempatkan NTB sebagai provinsi dengan laju penurunan kemiskinan tercepat kedua di Indonesia setelah Papua dengan penurunan mencapai 0,98 persen. Pada September 2019, jumlah penduduk miskin pada daerah perkotaan di NTB tercatat sebesar 365,05 ribu orang atau 14,85 persen. Sementara, penduduk miskin di daerah perdesaan NTB sebesar 340,63 ribu orang atau 12,97 persen.
“Penurunan angka kemiskinan ini sangat menggembirakan. Namun demikian, kemiskinan merupakan sesuatu yang bersifat multidimensi sehingga dibutuhkan kerja bareng semua pihak,” jelas Suntono.
Menurut Suntono, BPS menentukan garis kemiskinan dengan metodologi pendekatan pengeluaran masyarakat dan bukan pendapatan. Ini sesuai dengan survey PBB dan telah dipakai sejak 1998 karena lebih realistis menggambarkan tingkat ekonomi masyarakat dan lebih konsisten jika dilakukan perbandingan dari waktu ke waktu. Hal ini juga sesuai dengan karakteristik negara berkembang seperti Indonesia dimana informasi soal pendapatan lebih sulit karena didominasi oleh sector informal.
Ia memberi gambaran, tingkat konsumsi masyarakat yang didasarkan pada kemampuan memenuhi sepuluh komoditi kebutuhan dasar. dengan konsumsi terbesar seperti sewa rumah, beras, rokok, kendaraan dan lainnya. Jika sepuluh komoditas ini terpenuhi maka dipastikan tingkat ekonomi masyarakat membaik.
Suntono menambahkan, inflasi dan kestabilan harga harus terus diupayakan sebagai faktor penentu seseorang dikatakan miskin atau tidak selain factor mental dan perilaku konsumsi masyarakat yang harus diperbaiki.
“Karena kalau seseorang sudah keluar dari garis kemiskinan akan lebih mudah mengangkatnya dari jebakan kemiskinan karena factor mental dan perilaku seperti konsumsi rokok yang menjadi urutan ketiga dalam daftar konsumsi rutin masyarakat,” Suntono menambahkan.
Menurutnya, angka penurunan kemiskinan disebabkan beberapa factor diantaranya keberhasilan dalam mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok.
BPS mencatat, hingga Desember 2019, inflasi di NTB hanya mencapai 1,8 persen. Angka ini jauh lebih rendah ketimbang target inflasi pemerintah di angka 3,5±1 persen. Faktor lain adalah terjaganya Nilai Tukar Petani (NTP). Sebagai daerah dengan mayoritas penduduk bekerja di sektor pertanian, terjaganya NTP ini membuat konsumsi penduduk juga terkatrol. “NTP NTB yang naik 4,16 persen dalam satu tahun mengindikasikan keberhasilan pemberdayaan ekonomi masyarakat desa dan masyarakat pertanian NTB,” kata Suntono.