Sleman, Gatra.com – Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menyatakan soal wajib atau tidaknya perempuan muslim memakai jilbab itu sudah diatur dalam fikih. Tak perlu ngotot memaksakan suatu pandangan fikih atas pendapat lain yang berbeda, termasuk dalam soal jilbab.
Demikian kata Yahya saat ditemui usai pembukaan pertemuan Centris Democracy International (CDI) di Hotel Hyatt, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (23/1), guna merespons polemik pemakaian jilbab bagi perempuan yang mencuat di media sosial belakangan ini.
“Dalam agama ada unsur syariat dan fikih. Di mana di dalam syariat itu mengatur nilai-nilai mendasar seperti penghormatan manusia pada sesama manusia, berbakti kepada orang tua dan lainnya,” jelasnya.
Berdasarkan syariat inilah, fikih disusun dan bisa memunculkan berbagai pendapat yang berbeda. Fikih-fikih Islam ini ada yang mewajibkan perempuan memakai jilbab dan ada yang menyatakan kewajiban berjilbab tidak diatur dalam fikih.
Yahya menjelaskan persoalan tentang jilbab ini seharusnya tidak dipanjang-panjangkan. Apalagi menurut dia hal-hal yang termuat dalam fikih merupakan aspirasi nilai.
"Jadi enggak apa-apa, menganggap (jilbab) wajib ya silakan, enggak wajib juga silakan, karena ini aspirasi moral, aspirasi nilai," ujarnya.
Menurut dia, sekarang yang patut dipatuhi sebagai hukum positif adalah hukum yang sudah ditetapkan oleh negara. Warga negara harus patuh terhadap hukum yang sudah ditetapkan oleh negara.
"Enggak boleh misalnya ada aturan hukum negara melarang orang masuk bank pakai cadar lalu dengan alasan syariat memaksa masuk. Yang harus dipatuhi adalah hukum negara," ujarnya.
Yahya meminta jika ada pihak ingin mengubah hukum negara yang sudah dibuat dan disepakati, maka hal itu harus melalui proses tata negara yang sah.
Ia pun mengingatkan muslim yang punya pandangan fikih berbeda agar tak ngotot memaksakan pendapatnya diterima muslim dengan pandangan berbeda.
"Jadi enggak bisa mentang-mentang dia punya pandangan fikih yang berbeda lalu ngotot memaksa harus diterima pandangannya. Itu tidak betul. Apalagi untuk hal yang masih debatable," katanya.