Jakarta, Gatra.com - Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Syamsuddin Haris mengakui sistem politik di Indonesia saat ini masih melembagakan dan memfasilitasi suatu tindakan koruptif.
Syamsuddin mengatakan, epicentrum dari tindak perilaku korupsi sesungguhnya pada sektor politik di Indonesia. Bahkan jika ditelaah lebih tajam lagi, epicentrum korupsi berada si kantong-kantong Partai Politik (Parpol). Sehingga, pembenahan pemberantasan korupsu kedepan harus di intensifkan di sektor politik.
"Indikator atau parameternya bisa dilihat di sistem Pemilu (Pemilihan Umum). Baik di Pilpres, Pileg, Pilkada, dan Kepartaian itu sangat jelas. Dan bukan hanya dari politisi. Namun sampai saat ini, belum ada komitmen yang sungguh-sungguh dari negara untuk membuat sistem politik yang akuntabel, bersih, dan tidak korup," kata Syamsuddin pada dalam Peluncuran Corruption Perception Index (CPI) 2019 di Sequis Centre, Jakarta, Kamis (23/1).
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini juga menyampaikan bahwa sistem yang masih dibangun saat ini merupakan sistem yang masih korup. Sehingga, hal tersebut membuka peluang besar maraknya tindak perilaku korupsi di politik.
Bahkan, Syamsuddin juga mengatakan permasalahan tersebut bukan hanya terjadi di politik yang tidak terkontrol semata, namun juga pada sektor Keuangan Administrasi Negara atau birokrasi yang reformasinya hanya berhenti pada sebatas slogan.
"Semua ini tentu akan menjadi kendala yang akan kita hadapi kedepan. Selanjutnya, tidak ada komitmen kepemimpinan untuk meminimalkan semua ini,” katanya.
Dikatakan, pemimpin politik saat ini menikmati zona nyamannya. Menikmati Pileg, Pilpres, Pilkada, menikmati parpol yang semua tahu sangat tidak sehat.
“Parpol tidak sehat karena tidak ada standar etik, kaderisasi yang baku, berjenjang berkala, sab inklusif, serta tidak ada rekrutmen yang yang akuntabel," katanya.