Jakarta, Gatra.com - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menilai, penguatan rupiah yang terjadi hingga Rabu (22/1) kemarin, memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan stabilitas makroekonomi Indonesia.
BI mencatat, rupiah menguat hingga 1,74 persen year to date (ytd). Angka itu melanjutkan penguatan rupiah pada 2019, yakni mencapai 3,58 persen.
"Perkembangan ini melanjutkan penguatan pada 2019 yang tercatat 3,58% (ptp) atau 0,76% secara rerata, ujar Perry di Kompleks Perakantoran BI, Kamis (23/1).
Menurut Perry, penguatan rupiah didorong oleh tingginya pasokan valas dari para eksportir serta banyaknya aliran modal asing yang masuk ke dalam negeri. Tidak hanya itu, daya tarik pasar keuangan domestik juga dipandang semakin besar, terutama setelah ketidakpastian di pasar keuangan global mereda.
"Struktur pasar valas juga semakin kuat yang ditandai dengan meningkatnya volume transaksi dan kuotasi yang lebih efisien, serta makin berkembangnya pasar DNDF yang kemudian mendukung peningkatan efisiensi pasar valas," imbuh dia.
Selain itu, Perry juga menganggap penguatan rupiah sebagai suatu hal yang wajar, karena sejalan dengan fundamental perekonomian Indonesia yang terus membaik. Begitu juga dengan mekanisme pasar serta keyakinan pasar terhadap kebijakan BI dan pemerintah yang terus meningkat.
Sementara itu, hingga siang ini, tren penguatan rupiah masih terus berlanjut. Nilai tukar rupiah berada pada level Rp13.620 terhadap dolar Amerika Serikat, yang mana artinya rupiah mengalami penguatan sebesar 0,15 persen.