Atlet bulu tangkis Indonesia unjuk prestasi di ajang Indonesia Masters 2020. Perlu pembinaan regenerasi yang konsisten. Klub pun diharapkan bisa menjadi ujung tombak pembinaan atlet muda.
Partai final Indonesia Masters 2020 di Istora Senayan, Jakarta, pada hari Minggu lalu, menyuguhkan dominasi tim Indonesia. Tak tanggung-tanggung, tiga nomor berhasil disabet Tim Merah Putih. Pertama, dari ganda putra melalui pasangan Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo. Kedua, juara di ganda putri, melalui pasangan Greysia Polii/Apriyani Rahayu. Ketiga, medali emas tunggal putra berhasil digondol Anthony Sinisuka Ginting.
Pada turnamen BWF World Tour Super 500 tersebut, penonton disuguhi partai menarik antara peringkat pertama dunia, pasangan Marcus Gideon/Kevin Sanjaya dan peringkat kedua dunia, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan. Pertarungan sesama Tim Indonesia ini hanya berlangsung dalam dua gim.
Sejak awal gim, kedua tim sudah saling jual beli serangan. Meski minim rally panjang, tetapi tetap membetot saraf penonton. Di gim pertama, pasangan Ahsan/Hendra, yang dijuluki The Daddies ini sempat memimpin poin. Namun The Minions, julukan Kevin/Marcus, langsung membalas, bahkan berbalik unggul. Set pertama pun dimenangkan The Minions dengan 21-15.
Pada gim kedua, The Daddies tampak kewalahan dengan kecepatan The Minions. Pola Ahsan/Hendra pun juga terlihat sedikit berantakan dan banyak kesalahan sendiri. Bahkan sering pengembalian bola yang tak sempurna, membuat Kevin/Marcus dapat mencuri poin.
Akhirnya, Ahsan/Hendra pun tumbang dengan skor 21-16. “Set kedua, kita sudah ganti-ganti main, tapi mereka bisa membantah dengan baik,” ujar Ahsan dan Hendra menceritakan perjuangan mereka dengan kompak.
***
Pelatih Kepala Ganda Putra Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI), Herry Iman Pierngadi, mengucapkan selamat kepada The Minions dan The Daddies yang telah mencapai final. Ia pun mengakui kekalahan Ahsan/Hendra karena faktor kecepatan.
“Kalau menurut saya, sih, faktor usia. Kita enggak bisa bohong, ya. Kevin/Gideon lebih menang dalam hal kecepatan dan Ahsan/Hendra agak sedikit lambat karena faktor usia,” katanya kepada Wartawan GATRA, Muhammad Guruh Nuary.
Melihat lawan di ajang Indonesia Masters 2020, Herry pun mengimbau agar nantinya harus tetap waspada walaupun saat ini, terjadi All Indonesia Final. “Ke depan, pertandingan masih banyak. Apalagi mau Olimpiade. Kita harus lebih waspada, lebih siap lagi, persiapannya harus jauh lebih baik lagi,” ucapnya.
Herry pun melihat persoalan regenerasi untuk nomor ganda putra. Pasangan yang sedang Herry sorot, yaitu Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto. Menurutnya, grafik pemain Fajar/Rian pada 2020 sudah ada peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Ia mengakui, Fajar/Rian sedang disiapkan untuk regenerasi berikutnya setelah Ahsan/Hendra dan Kevin/Marcus.
Pada masa mendatang, persoalan regenerasi akan menjadi perhatian Herry. Menurutnya, Indonesia tidak boleh selalu mengandalkan Ahsan/Hendra atau Kevin/Marcus di ganda putra. “Jadi, kita kan mesti nyiapin Fajar/Rian,” ucapnya.
Lapisan bawahnya lagi, kata Herry, akan menyiapkan tiga pasangan ganda putra. Ada nama Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana, kemudian Daniel Marthin/Leo Rolly Carnando, serta Moh. Reza Pahlevi Isfahani/Sabar Karyaman Gutama. Ketiga pasangan tersebut, akan disiapkan untuk dua tahun ke depan sebagai regenerasi di ganda putra.
***
Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PB PBSI, Susi Susanti, mengakui bahwa dirinya diminta Wiranto selaku Ketua Umum PBSI untuk kembali meningkatkan prestasi di semua sektor. Tujuannya, mengembalikan kejayaan bulu tangkis Indonesia seperti dahulu.
“Kita pastinya bekerja keras untuk itu. Bagaimana kita dalam sistem pembinaan itu, sekarang telah membuat pelatnas, itu ada utama dan pratama dengan harapan regenerasi akan terus kita bina, agar tidak sampai terputus,” tutur Susi kepada GATRA.
Dahulu hanya satu-satu yang juara. Sekarang ini, PBSI mengharapkan semua sektor meningkatkan prestasi dan peringkat di banyak kejuaraan. Susi pun menuturkan, saat ini ganda putra Indonesia memiliki prestasi paling menonjol. “Kita melihat ada tiga pasang ganda, yaitu di ranking 1, 2, dan 6, secara konsisten terus memberikan prestasi,” katanya.
Selain itu, Susi melihat ada harapan usai penampilan ganda putri yang menunjukkan peningkatan. Pasangan Greysia Polii/Apriyani Rahayu berhasil menyabet medali emas di Indonesia Masters. Begitu juga di tunggal putra, Anthony Sinisuka Ginting sudah menonjol. Menurutnya, selama ini secara prestasi memang ada, tetapi belum konsisten.
“Mudah-mudahan ini jadi awal yang baik di tahun 2020, karena target awal kita, bagaimana kita bisa jaya lagi dan meneruskan tradisi emas di Olimpiade. Itu, sih, yang menjadi target dan harapan kita ke depan,” ujar Susi.
Untuk regenerasi, Susi membeberkan, sudah menyeleksi atlet bulu tangkis dan ada 105 atlet masuk pelatnas. Ada 24 atlet yang prioritas untuk Olimpiade. “Mungkin yang kemarin kebanyakan turun itu untuk olimpiade ya, karena ranking mereka rata-rata di atas 30,” katanya.
Selain itu, ada 23 atlet yang menjadi pelapis. Mereka ini atlet-atlet muda, sudah mulai ada prestasi, tetapi masih di tingkat GP (Grand Prix) dan Challange. Susi mengatakan, dirinya juga telah menyiapkan pemain junior, untuk program jangka panjang menggantikan para seniornya nanti. Ada 30 atlet junior yang dipersiapkan untuk tiap tahunnya menuju ke Badminton Asia Junior Championships dan kejuaraan dunia junior yang puncaknya nanti adalah Youth Olympic Games 2022.
Adapun untuk kepelatihan, Susi mengatakan bahwa dirinya telah membagi dua hal. Ada pelatih utama dan pelatih pratama. Setiap pelatihan dan setiap sektor itu dipegang oleh pelatih masing-masing. Pelatih bertanggung jawab di setiap sektor masing-masing dan diharapkan regenerasi itu bisa berjalan. “Jadi ada kerja sama yang baik, yang utama juga mereka memegang pemain-pemain yang inti, pemain prioritas, sambil juga pemain pelapis,” katanya.
Atlet junior yang direkrut sejak usia 15 tahun tersebut, memang dipersiapkan untuk Olimpiade selanjutnya. Minimal, mereka akan bersinar dalam 4–6 tahun lagi. Susi berharap, bibit-bibit tersebut bisa menjadi calon untuk jangka panjang. “Makanya, ada jangka pendek, yaitu untuk pemain prioritas, jangka menengah untuk pemain pelapis, dan pemain-pemain muda untuk jangka panjang,” katanya.
Menurut Susi, membina pemain muda bukan hanya untuk Youth Olympic saja, melainkan Olimpiade 2024, bahkan untuk 2028. Pembinaan sudah harus dimulai dari sekarang. Jika tidak, akan kewalahan. “Membina itu, kan tidak ada yang instan dan semua butuh proses,” ucapnya.
***
Pengamat bulu tangkis, Broto Happy, mengatakan bahwa selama ini prestasi Indonesia, Cina, Korea Selatan, Jepang, dan Malaysia hampir sama. Ada fluktuasi, serta naik-turunnya juga sama. “Tahun 90-an kita kuat banget. Cina enggak ada apa-apanya, tapi gantian. Tahun 2000-an, ketika Indonesia menurun performanya secara umum, gantian Cina naik daun,” ucapnya kepada Erlina Fury Santika dari GATRA.
Sama halnya dengan Jepang yang belakangan ini performanya sedang naik, terutama di sektor putri. Namun di Indonesia Masters ini, ternyata Indonesia paling hebat. Cina hanya dapat satu gelar, Thailand satu gelar, Tim Merah Putih dapat tiga.
Menurut Broto, secara umum bulu tangkis dunia memang fluktuatif. Persoalannya, tinggal siapa yang lebih siap, mereka akan lebih dominan. Selain itu, memiliki sistem regenerasi yang bagus akan menjadi salah satu potensi untuk menguasai panggung dunia.
Tantangannya, terletak pada sumber mendapatkan bibit pemain. Broto membeberkan, sumber bibit pemain tunggal putri saat ini kurang. Itu bisa dilihat ketika klub menggelar semacam proses penjaringan pencarian bibit dengan audisi. Lewat audisi, jumlah pemain putri selalu jomplang dibandingkan pemain putra. Perbandingannya 1:3 dengan putra.
Oleh karena itu, pembinaan di klub menjadi ujung tombak awal. “Klub yang sebagai ujung tombak pembinaan, harus jalan semua. Klub di Indonesia kan banyak banget. Jadi, klub harus bersaing bagaimana menciptakan bibit pemain yang mumpuni,” ujar Broto.
Gandhi Achmad