Jakarta, Gatra.com - Masalah pendidikan di Indonesia tidak bisa selesai dengan hanya memperbaiki pelaksanaan Ujian Nasional (UN).
Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Bambang Supriyadi, mengungkapkan, UN bukanlah satu-satunya instrumen untuk mengukur kompetensi dan menilai kualitas sekolah.
"UN itu Hanya sebagian kecil saja. Bicara kompetensi juga tidak bisa diukur hanya dengan UN. Wong UN hanya meliputi pada mata pelajaran tertentu saja. Kalau ingin mengukur soft skill dan lain sebagainya kan itu bukan di UN," kata Bambang kepada Wartawan, Rabu (22/1).
BACA JUGA : Instruksi Nadiem, BSNP Revisi POS UN 2020
Namun, karena UN merupakan salah satu bagian dari alat ukur, paling tidak UN berkontribusi esensial pada kompetensi akademiknya. Meskipun UN punya keterbatasan, hanya pada kognitif. Tapi yang harus dipahami adalah bahwa penilaian itu dilakukan secara komprehensif oleh sekolah dan guru yang akan mengukur ketrampilan, afektif, psikomotoriknya, dan kognitifnya, melalui ujian sekolah.
"Kalau semua itu disatukan, siswa akan diukur dari seluruh perspektif, tapi dengan alat ukur yang berbeda-beda. Kalau pemerintah ngukurnya dari UN. Sedangkan Sekolah melalui ujian sekolah yang memiliki 3 domain yaitu kognitif, afektif, psikomotorik," jelas Bambang.
Atas dasar tersebut, maka Bambang mengharapkan kedepan UN tidak dipandang secara parsial dalam mengukur capaian siswa tersebut. Tapi, juga kedepan harus ada pengaitan juga dengan ujian sekolah. Dan itulah yang ke depan akan menjadi standar dalam penilaian.
"Jangan parsial melihat UN tadi untuk mengukur capaian siswa. Sebenarnya standarnya kan ini sudah matang, tapi hanya implementasinya saja yang parsial. Terpisah-pisah, sehingga tidak menjadi satu atau komprehensif," pungkas Bambang.