Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS), Fajar Budiono menilai pembentukan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2019, tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan Pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat, menggunakan data yang keliru.
Menurutnya, adanya 380 ton sampah perhari yang disebutkan Pemprov DKI, merupakan sampah plastik yang belum dilakukan penanganan sama sekali. Padahal, apabila sampah plastik DKI Jakarta telah dibersihkan dengan benar, jumlahnya hanya sekitar 20% dari data yang disebutkan.
“Data sampah plastik kresek misalnya yang diambil itu semuanya yang belum di-treatment. Jadi masih ada air, masih ada debu, segala macam. Itu setelah di-treatment, dicuci, digiling, digilas, itu tinggal 20%. Jadi datanya itu salah mereka,” kata Fajar di Jakarta, Senin (20/1).
Menurut Fajar, jika dihitung secara sistematis, dalam 380 ton sampah plastik yang disebutkan Pemprov DKI, dengan berat satu kantong plastik sekitar 2 gram, dibagi 10 juta penduduk Jakarta, maka setiap satu orang warga Jakarta berarti mengonsumsi sekitar 20 lembar kantong plastik perharinya.
Jika mengacu dari hitungan tersebut, Fajar justru mempertanyakan kebenaran data yang digunakan Pemprov DKI ini lantaran secara logika, tidak mungkin setiap warga Jakarta menggunakan kantong plastik sebanyak itu dalam satu hari.
Seharusnya, lanjut Fajar, Pemprov DKI menggunakan data dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Data yang dirilis setiap tahun oleh Kemenko Maritim ini memuat detail mengenai jenis dan jumlah sampah di masing-masing kota. Sehingga, setiap daerah bisa menentukan kebijakan dalam manajemen pengolahan sampah, bukan malah melarang penggunaan produk.
“Itu yang harus kita pakai datanya bareng-bareng. Jangan asal comot data dari mana-mana, diambil tanpa bisa dipertanggungjawabkan. Kalau Kemenko Maritim itu pakai datanya Bank Dunia, data LIPI, sama satu data NGO yang bisa dipertanggungjawabkan. Tiga-tiganya dikombinasikan jadi satu, naik menjadi data yang dipublikasikan ke masyarakat," tegasnya.
Dengan data Kemenko Maritim ini, kata Fajar, dapat diketahui jumlah sampah yang tidak terdaur ulang setiap tahunnya. Maka, bisa ditentukan inti permasalahan serta penanganan yang sesuai terkait manajemen pengolahan sampah ini.
"Jadi lihat datanya, sampah yang tidak terdaur ulang itu naik atau turun. Naiknya kenapa, turunnya kenapa, dari situ kita mitigasi permasalahannya, kita tambal. Yang sudah bagus kita speed up, yang kurang bagus kita perbaiki bersama-sama. Jangan pelarangan-pelarangan tapi tidak ada solusi. Karena penggantinya nanti juga apa?” kata Fajar.