Jakarta, Gatra.com - Sejumlah pemerhati rokok bersama dengan persatuan ikatan dokter berbagai penyakit di Indonesia mendesak pemerintah segera mengambil keputusan terkait peredaran rokok elektronik (vape). Persoalan rokok elektronik dianggap sudah darurat karena penggunanya mulai bergeser pada anak-anak dan remaja.
Anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Catharine Mayung Sambo, Sp.A(K) mengungkapkan, saat ini anak-anak yang mencoba rokok elektronik memiliki potensi menjajal ke rokok konvensional (one-way street) lebih besar, bukannya malah berhenti.
"Itu kekhawatiran bagi kami. Anak-anak di Indonesia itu usia perokok pertamanya semakin dini dan kita sama-sama tahu bahwa perkembangan otak, kecerdasan, kebijaksanaan itu masih jalan terus sampai dengan usia 25 tahun," terangnya di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta Selatan, Rabu (15/1).
Menurutnya, anak-anak yang semakin dini terpajan zat-zat yang terkandung di dalam rokok konvensional maupun elektronik, kerusakannya semakin terlihat jelas. Apabila sudah menempel di sel saraf, untuk mencucinya kembali pun sulit. "Kalau seseorang mulai menghisap produk nikotin dalam dosis kecil saja, 7 detik sudah sampai ke sel saraf. Artinya, zat tersebut telah beredar di dalam peredaran darah," ujarnya.
Sebenarnya, penindakan terhadap peredaran rokok elektronik dapat berjalan dengan baik apabila setiap kementerian memiliki persepsi yang sama akan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Cut Putri Arianie mengatakan, bahwa Kemenkes tidak mengurusi produknya tetapi dampak yang ditimbulkan.
"Izin edar rokok elektronik ini kan berkaitan dengan perdagangan, peredaran, periklanan, cukai, kemudian baru pada dampak kesehatan. Sehingga upaya yang diberikan Kemenkes pada dampak kesehatan salah satunya dengan memberlakukan kawasan tanpa rokok di tiap kabupaten/kota, tapi kalau peredaran kan yang memberikan izin kan industri," jelasnya.
Cut menambahkan, Kemenkes terus melakukan advokasi lintas kementerian untuk memberikan informasi mengenai penyakit apa saja yang berpotensi terjadi ketika rokok elektronik bisa diakses, khususnya oleh anak-anak. Selain itu, Kemenkes menegaskan, upaya revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 yang mengatur rokok elektronik sudah sampai ke tingkat Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
"Jadi harapannya advokasi yang dilakukan bisa berhasil. Cuma setiap kementerian memiliki kebijakanya masing-masing dengan tugas dan fungsinya. Mudah-mudahan pimpinan tertinggi mau memikirkan hal ini untuk mewujudkan SDM unggul," imbuhnya.