Jakarta, Gatra.com - Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Veri Junaidi mengatakan bahwa meski partisipasi publik sangat tinggi pada Pemilu 2019 silam namun partisipasi publik terkait penegakan hukum Pemilu masih terbilang rendah.
"Kami melihat bukan sekata-mata bagaimana orang terlibat dalam pemilihan, tapi kami mendorong bagaimana publik bisa berpartisipasi dalam penegakan hukum," kata Veri pada acara diskusi media yang digelar KoDe Inisiatif, Jakarta (15/1).
Dalam catatan KoDe Inisiatif sendiri, partisipasi dalam penggunaan hak pilih cukup tinggi dan trennya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Rata-rata di atas lima puluh persen, Pilkada Serentak 2015 (69,23%), 2017 (74,5%), 2018 (73,24%) dan Pemilu 2019 (81,69%).
Kendati daerah tertentu partisipasi bisa sangat rendah dibanding rata rata nasional. Seperti partisipasi dalam Pilkada Kota Medan 2015, hanya 26%. Namun, sambung Veri, partisipasi mestinya tidak hanya dimaknai sebatas menggunakan hak pilih, mestinya juga partisipasi dalam penegakan hukum Pemilu.
Kecenderungan Pilkada, proses penanganan pelanggaran berangkat dari laporan baik oleh kandidat, tim sukses dan juga simpatisan maupun pemilih. Berbeda dengan Pemilu 2019, yang peningkatannya paling tinggi, justru didominasi oleh temuan yang berasal dari kerja pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Pada Pemilu 2018 terdapat 5.814 temuan pelanggaran dan hanya ada 2.566 laporan pelanggaran. Sementara di Pemilu 2019 terdapat 18.995 temuan pelanggaran dan hanya 4.506 laporan pelanggaran.
Dengan fakta-fakta tersebut, ada kecenderungan peningkatan partisipasi pemilih sekaligus temuan pelanggaran di berbagai sektor kepemiluan, namun hanya sedikit laporan pelanggaran yang dilapor langsung oleh pemilih hak suara.