Jakarta, Gatra.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, perdagangan Indonesia sepanjang 2019 mentransformasikan sebesar US$3,2 miliar sepanjang 2019.
"Defisit ini jauh lebih kecil, hampir sepertiganya dibandingkan defisit 2018 yang mencapai US$ 8,69 miliar," kata Kepala BPS, Suhariyanto dalam konferensi pers, di Jakarta, Rabu (15/1).
Suhariyanto menjelaskan, defisit 2019 terjadi karena nilai ekspor lebih kecil dibandingkan nilai penting pada periode yang sama.
Menurut data, ekspor sepanjang 2019 tumbuh sebesar 6,94 persen, menjadi US$ 167 miliar. Sementara untuk impor mencapai US$ 167,53 miliar, naik sebesar 9,3 persen year on year (yoy).
"Penyumbang ekspor terbesar dari bahan bakar mineral, ini mencapai US$ 22,22 miliar atau 14,35 persen dari total ekspor dan minyak hewan nabati US$ 17,61 miliar atau setara 11,37 persen," kata Suhariyanto.
Sedangkan dari sisi impor, lanjut Suhariyanto, paling banyak ditopang oleh impor bahan baku atau penolong, yaitu sebesar US$ 125,9 miliar. Kemudian, diambil oleh barang modal dan barang konsumsi, masing-masing sebesar US$ 28,41 miliar dan US$ 16,41 miliar.
Khusus untuk bulan Desember 2019 BPS mencatatkan defisit sebesar US$ 28,2 juta. Sementara untuk ekspor naik 3,77 persen menjadi US$ 14,47 miliar dibandingkan bulan sebelumnya.
"Kenaikan ekspor dari November dan Desember 2019 terjadi karena kenaikan ekspor migas sebesar 12,09 persen dan non migas 3,10 persen," ujar Suhariyanto.
Ekspor migas, lanjut Suhariyanto, naik sebesar 12,09 persen bulan ke bulan (mtm) atau diperoleh US$ 1,16 miliar terhadap ekspor November 2019. Sementara untuk meningkatkan ekspor non migas, disumbang oleh ekspor di sektor pertanian, sebesar 10,24 persen mtm menjadi US$ 370 miliar.
"Lalu, industri pengolahan naik 2,57 persen menjadi US$ 10,86 miliar. Penurunan ekspor industri ini terjadi pada minyak kelapa sawit, pakaian jadi, minyak kelapa dan bahan kimia dasar organik," katanya.
Adapun untuk ekspor industri pertambangan naik 4,71 persen menjadi US$ 2,08 miliar karena perdagangan, seperti biji tembaga, aspal dan kerikil.
"Sementara untuk impor Desember 2019, turun 5,47 persen menjadi US $ 14,5 miliar. Ini terjadi karena ada penurunan impor migas sebesar 0,06 persen menjadi US $ 2,13 miliar dan impor nonmigas turun 6,35 persen menjadi US $ 12,37 miliar," katanya.
Suhariyanto mengatakan, penurunan ini terjadi karena barang penting bahan baku atau penolong melemah hingga level 6,83 persen (mtm) menjadi US$ 10,4 miliar. Begitu pula dengan barang konsumsi penting yang meningkat sekitar 1,32 persen menjadi US$ 1,65 miliar. Juga kelompok barang modal melandai 2,16 persen menjadi US$ 2 miliar.
"Sistem komunikasi, sistem pembangkitan, dan peralatan telekomunikasi merupakan barang modal yang semakin penting," kata Suhariyanto.