Cilacap, Gatra.com - Ketua Presidium Lembaga Serikat Tani Mandiri (StaM), Petrus Sugeng menilai reforma agraria (RA) bisa menjadi jawaban untuk pengentasan kemiskinan, terutama untuk kawasan pedesaan dan pinggir hutan.
Sugeng mengatakan, RA yang menjadi program kerja Presiden Joko Widodo memiliki semangat kesamaan hak kepemilikan dan pemanfaatan lahan. Sebab, nyaris semua petani di pinggir kawasan hutan hanya memiliki lahan kurang dari 0,25 hektare.
Luasan itu, kata dia, tak bisa membuat petani sejahtera. Karenanya, reforma agraria, baik dengan Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) maupun redistribusi tanah bisa menjadi solusi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Dengan luasan terbatas, sulit bagi petani untuk sejahtera,” katanya.
Dia mengemukakan, pada periode pemerintahan pertama, RA difokuskan di luar Jawa. Akan tetapi, mulai 2020 ini RA fokus di Jawa. Meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Bahkan, Cilacap telah ditetapkan sebagai Lahan Prioritas Reforma Agraria (LPRA) oleh Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) pusat pada 24 September 2018. Penetapan ini, menurut dia, tak lepas dari riwayat wilayah Cilacap yang sejak dulu rawan konflik tanah.
“Kalau Cilacap itu bukan minta kawasan hutan. Tapi memang dulu di situ ada desa yang terpaksa dibedol desa pada masa nasionalisasi aset, pascapemberontakan DI/TII dan peristiwa 1965,” ungkapnya.
Sugeng menerangkan, secara total Cilacap mengajukan seluas 13 ribu hektare sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Lahan tersebar di 13 kecamatan berbeda, di antaranya di Kawunganten, Bantarsari, Gandrungmangu, Patimuan, Kedungreja, Cipari, Wanareja, dan Cimanggu.