Jakarta, Gatra.com - Aktivis Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari 1974), Hariman Siregar mengatakan, sejak 46 tahun setelah peristiwa Malari 1974 lalu, demokrasi Indonesia masih belum banyak berubah.
"Jadi dari dulu Malari itu kita anggap bahwa negara harus mengatasi kesenjangan sosial, keadilan sosial, pemerataan ekonomi, seharusnya programnya ke sana," kata Hariman di sela acara peringatan Malari 1974 di Jakarta, Rabu (15/1).
hariman menambahkan, setelah 46 tahun Malari 1974, Indonesia malah mengarah pada sistem kapitalisme. Bahkan, masyarakat saat ini tidak menyadari adanya kapitalisme di Indonesia ini.
"Situasi ini yang sekarang terjadi, dengan begitu, uang hanya akan terkumpul pada golongan-golongan tertentu saja. Golongan-golongan ini yang nantinya akan menguasai politik," ujarnya.
Ia menyebut, pemerintah tidak pernah memikirkan hal-hal yang menjadi keinginan masyarakat sejak Malari 1974 lalu. Malahan, pemerintah saat ini dianggap tak ubahnya jaman orde baru yang lebih mengedepankan investasi asing.
"Pemerintah tidak pernah memikirkan itu, terus saja seperti pada jaman Soeharto yang menggencarkan investasi. Sekarang pun sama saja, arahnya ke sana lagi," jelasnya.
Hariman tidak memungkiri bahwa investasi asing bisa meningkatkan pertumbuhan negara. Namun, menurutnya, dampak pada individu rakyat Indonesia tidak akan signifikan.
"Apakah pemerintah mendengarkan suara rakyat? Yang penting itu lapangan kerja. Kalau semua investor asing masuk tanpa ada benefit pada masyarakat, buat apa? Harusnya fokus utama pemerintah itu membuat lapangan kerja seluas-luasnya. Tapi pemerintah saat ini malah sibuk membuat kebijakan-kebijakan birokrasi," katanya.