Pekanbaru, Gatra.com - Suparjan. Masih sambil memelototi ponsel pintarnya, petani kelapa sawit asal Kubu Rokan Hilir (Rohil) ini nampak mengomel.
"Entah apalah jabatan ke jabatan yang diprotes. Capek saya membaca yang kayak gini. Padahal masih banyak persoalan masyarakat Riau yang jauh lebih penting yang bisa dikupas. Misalnya Dana Bagi Hasil (DBH) Kelapa Sawit. Yuk kita rame-rame meneken dukungan kepada gubernur memperjuangkan DBH itu, biar cukup dana Riau untuk membangun, memperbaiki jembatan, sekolah dan jalan yang rusak," wajah lelaki 53 tahun ini nampak sewot.
Ini, kata Suparjan, malah jabatan orang yang dipersoalkan. "Atau jangan-jangan ada pula orang yang keinginannya tak kesampaian, kemudian bikin recok," tuding jebolan pendidikan guru ini berlagak orang politik.
Beda lagi dengan Bismar Rambah, lelaki 60 an tahun ini malah menarik napas panjang saat menengok sederet cerita tentang pelantikan pejabat eselon III dan IV itu, yang berujung pada tudingan miring terhadap Syamsuar.
Bahwa ada orang dekat Syamsuar dan Sekdaprov Riau, Yan Prana ikut dilantik di antara sekitar 670 orang pejabat tadi menjadi pangkal masalahnya.
"Kenapalah harus yang remeh temeh semacam ini yang dipersoalkan?" Wakil Ketua Komite Tetap Infrastruktur Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Pusat ini bertanya saat berbincang dengan Gatra.com, Selasa (14/1).
Tokoh masyarakat Melayu Riau ini langsung mewanti-wanti bahwa dia bukan bermaksud ikut campur dalam persoalan itu. Tapi sebagai orang Riau, dia tergolong paham dengan apa yang terjadi di Riau 10 tahun belakangan.
Selama itu, progres pembangunan 'Negeri Minyak' itu tersengal-sengal lantaran Gubernurnya berhadapan dengan ragam persoalan. Tumpukan persoalan ini kemudian nangkring di pundak Syamsuar sebagai gubernur terpilih periode 2019-2024.
"Sepuluh tahun terakhir gubernurnya berganti di tengah jalan. Ini menjadi salah satu persoalan yang membikin program pembangunan tidak optimal. Nah, setelah Pemilihan Gubernur Riau (Pilgubri), Syamsuar melanjutkan estafet pembangunan di Riau. Langkahnya untuk segera menunjukkan kinerja juga enggak mulus lantaran setahun kepemimpinannya, dia memakai program dan penganggaran gubernur sebelumnya. Praktis, dia cuma punya waktu tersisa 4 tahun," kata politisi senior Golkar Riau ini.
Di sisa waktu yang ada itu kata Bismar, Syamsuar musti bergerak lebih cepat. Sebab itu tadi, dibatasi waktu dan oleh 'titipan' segunung persoalan sebelumnya, mau tak mau membikin Syamsuar seperti itu.
Untuk ini, Syamsuar tentu butuh perwira lapangan yang handal, paham dengan selera dia dan loyal. Dan di posisi tertentu, dia butuh orang yang dekat dan paham maunya dia. Lantaran yang dia butuhkan lebih dari 600 orang, tentu mencari ini bukan perkara mudah.
"Kalau kemudian masuk kerabatnya di antara orang sebanyak itu, apa salahnya? Saya yakin Syamsuar enggak mau konyollah. Dia pasti sudah mempertimbangkan semua itu, termasuk membincangkannya dengan wakil. Sebab bukan kali ini dia jadi pejabat. Dua periode jadi bupati, lho. Dan selama itu dia sangat harmonis dengan wakilnya. Jarang terjadi bupati maju lagi bersama wakilnya yang lama di periode kedua, Syamsuar melakukan itu," kata Bismar.
Mantan Rektor Universitas Riau, Profesor Ashaluddin Jalil sepaham dengan Bismar. Lelaki yang sering jadi panitia seleksi pejabat eselon II Pemprov Riau ini malah menyebut kalau Syamsuar kehilangan dua tahun periode jabatannya. Disebut hilang lantaran selama ini, pejabat sebelumnya yang menyusun program.
"Artinya yang dia jalankan program orang lain. Padahal program besar dia sudah ada. Mulai dari Riau Green, pertanian mandiri, desa mandiri, sudah ada. tapi mau gimana lagi, keadaan yang membikin begitu. Sebagai orang profesional, dia tentu harus bekerja keras mengejar ketertinggalan. Untuk itulah dia butuh orang-orang yang dia percaya dan tangguh," katanya kepada Gatra.com.
Secara regulasi kata Jalil, enggak ada aturan yang dilanggar oleh kerabatnya itu. "Dan secara statusnya sebagai pegawai negara, kerabatnya itu juga kan punya hak untuk berkarir," kata Guru Besar Fisip Universitas Riau ini.
Lagi pula kata Jalil, kerabatnya itu dilantik jadi pejabat eselon IV dan III. Secara aturan, kedua eselon ini masih pelaksana. "Pejabat eselon IV itu kan 80 persen teknis 20 persen kebijakan. Beda kalau yang dilantik itu pejabat eselon II," katanya.
Sama seperti Bismar, lelaki kelahiran Bengkalis ini menengok, ada kepentingan yang jauh lebih besar yang ingin diwujudkan oleh Syamsuar untuk Riau. Untuk inilah dia butuh orang-orang yang energik dan bisa dipercaya.
"Semua pejabat yang dilantik itu kan meneken fakta integritas. Kalau kemudian kerabatnya itu melempem dalam perjalanannya, saya yakin Syamsuar enggak mau ambil resiko, dia enggak mau keberadaan kerabatnya itu jadi bumerang, pasti di-out-kan. Lihat saja setahun ke depan," kata Jalil.
Djono Al Burhan, alumni Auckland Selandia Baru ini sependapat dengan Jalil. "Sebagai generasi muda, saya malu menengok hal yang tak penting direcoki. Move on lah, hijrah, jangan hal yang enggak perlu diperdebatkan. Habis tenaga dan pikiran kita. Saya yakin, siapapun pejabat yang dilantik itu, pasti sudah di'warning' oleh gubernur. Yang tidak berkinerja baik, bakal dicopot itu," katanya.
Bagi kandidat Doktor Lingkungan Universitas Riau, Tengku Said Radja, simpel saja. "Sepanjang pejabat yang dilantik itu punya kredibilitas, enggak jadi soal. Kalau soal subjektifitas, dimana-mana yang semacam itu pasti ada. Tapi menurut saya, jangan tengok itulah, terlalu kecil itu. Tengok saja kinerjanya seperti apa kelak. Tak payahlah menengok itu," katanya.
Bismar juga meminta hal yang sama. "Yuk kita bicarakan hal-hal strategis dan besar. Jangan yang remeh temeh. Dukung langkah besar yang sedang dilakukan dua pemimpin kita. Biar potensi besar yang ada di Riau bisa tergarap maksimal. Ingat, Riau ini sangat strategis," katanya.
Jalil sangat mendukung omongan Bismar itu. "Miris sebenarnya saya menengok kenyataan yang ada. Kalau ada hal kecil yang kurang pas pada pemimpin, langsung dikritik. Mengkritik itu enggak salah, saya juga tukang kritik. Tapi mbok yang dikritik itu hal-hal yang sangat substansiallah," pinta Jalil.
Saat ini kata lelaki 65 tahun ini, Riau butuh ide-ide kreatif dan cemerlang. Ada baiknya diperbanyak diskusi untuk menghasilkan ide-ide yang bernas untuk kemudian disampaikan kepada pemimpin Riau.
"Misalnya soal banjir dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menjadi langganan Riau. Yuk kita temani gubernur kita, bantu dia carikan solusi. Sebab ini adalah tanggungjawab kita bersama. Begitu juga soal infrastruktur jalan yang hancur-hancuran oleh mobilitas kendaraan yang overload, beri gubernur saran dan jalan keluar. Sebab sudah tugas kita sebagai tokoh, akademisi, cendikiawan untuk memberikan saran, ide dan masukan kepada pemimpin," katanya.
Abdul Aziz