Kementerian Pertanian fokus pada integritas data antarlembaga selama tiga bulan ke depan. Kecukupan pangan bagi 267 juta penduduk Indonesia menjadi prioritas utama. Memaksimalkan peran pemimpin daerah dan unsur masyarakat sebagai ujung tombak keberhasilan.
Jakarta, GATRAreview.com - Sejak ditunjuk Presiden Joko Widodo mengurus pertanian, Syahrul Yasin Limpo langsung tancap gas. Pengalamannya di daerah mulai dari sebagai kepala desa, camat, bupati, hingga Gubernur Sulawesi Selatan selama dua periode (2008-2018) membantunya bekerja cepat dengan amanat barunya sebagai menteri.
“Saya mau serangan dan pengendalian pangan itu ada di ’Pentagon’ (Kementerian Pertanian), tapi demarkasi pertempuran ada di kecamatan. Pengendalian pertanian di kecamatan. Seratus hari harus selesai,” katanya saat serah-terima jabatan Menteri Pertanian, 25 Oktober silam, seperti dilaporkan Syah Deva Ammurabi dari Gatra review.
Syahrul menciptakan strategi ketahanan pangan seperti itu berdasarkan fakta di lapangan. Aparat lapanganlah yang tahu persis kondisi pangan di daerah masing-masing. Misalnya di kecamatan ada Balai Penyuluh Pertanian yang terus memantau data pangan.
Maka Syahrul meminta tidak boleh ada yang tidur nyenyak selama 100 hari ke depan. Semuanya fokus pada urusan data. Hal itu dilakukan karena komitmennya menjadikan Kementerian Pangan (Kementan) sebagai yang terbaik dari segala aspek. Syahrul menyebut, selama kariernya, sebanyak 244 prestasi nasional berhasil dicatatkan. “Sulawesi Selatan maupun Gowa yang saya pimpin selalu jadi lumbung pangan nasional dan jadi contoh akselerasi pertanian,” katanya.
Untuk itu, Syahrul ingin agar sistem kerja tim diperbaiki. Pemegang struktural harus bertanggung jawab langsung kepadanya. Ia menegaskan, siapapun yang menghambat kemajuan lembaga yang dipimpinnya, ia tak akan segan bertindak tegas.
Integrasi Data dan Teknologi
Dengan berbekal pengalaman di daerah, ia merumuskan program prioritas dengan target selama tiga bulan pertama. Pertama, memperbaiki data pangan. Ia mengunjungi kantor Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai langkah konsolidasi dan menyamakan persepsi. “Data jadi sumber semua gerakan. Kalau datanya bias, manajemen apa pun jadi bias. Data jadi input semua konsepsi program,” katanya dalam wawancara khusus dengan Gatra Review. Dengan monitoring data, kondisi panen tiap wilayah bisa dijadikan ukuran guna menjamin ketersediaan pangan.
Langkah berikutnya, mengembangkan agricultural war room sebagai pusat pengendalian yang berbasis teknologi informasi secara realtime dan langsung terhubung dengan balai penyuluh tingkat kecamatan yang dinamakan “Kostratani”. Sebelumnya, pengendalian dilakukan berjenjang dari pusat ke provinsi, kemudian dari provinsi ke kabupaten, sampai akhirnya ke kecamatan dan desa. “Kita koordinasi lapangan tidak lagi di Jakarta, tapi langsung di kecamatan,” ujarnya.
Dalam 100 hari, pihaknya menargetkan pertumbuhan sebanyak 534 komando strategis pembangunan pertanian: 400 Kostratani (kecamatan), 100 Kostrada (kabupaten), dan 34 Kostrawil (provinsi). Pada 2021, Syahrul menargetkan sebanyak 6.000-7.000 Kostratani. “Misalnya ada masalah kelangkaan pupuk, tidak bisa kita bicara global. Langsung kecamatan dan desanya apa, kita lihat pakai TI (teknologi informasi),” katanya memberikan contoh. Sistem TI tersebut akan terintegrasi dengan pencitraan satelit dan aplikasi Android agar lebih gampang terpantau.
Selanjutnya, kata Syahrul, adalah pengendalian pangan melalui debirokratisasi yang menjadi amanat Presiden. Pengendalian itu bisa dilakukan melalui monitoring lapangan mulai dari kecamatan, tidak dari Jakarta. Sehingga masalah pangan case by case bisa tertangani. Upaya pengendalian ini, menurut Syahful, lagilagi dipadukan dengan pemanfaatan teknologi pencitraan satelit dan TI. “Kalau cuma jalan berlubang kita bisa hindari, kalau jembatan jatuh kita masih bisa nyeberang, tapi kalau masalahnya di perut, kalian bisa apa? Jadi segalanya harus diputuskan secara bersama dan terbuka,” katanya.
Pangan Kuat, Negara Kuat
Dalam menjalankan kebijakannya, Syahrul terbiasa mempersiapkan dan menganalisis program terlebih dahulu untuk meningkatkan produktivitas seluruh komoditas pertanian. Karena pada akhirnya akan berujung pada peningkatan lapangan kerja, margin pendapatan petani, hingga pendapatan per kapita yang meningkat. Tak kalah penting, melibatkan peran swasta dan perbankan agar akselerasi pembangunan pertanian semakin cepat.
Walau begitu, menurut Syahrul, tantangan aspek pertanian memang tidak mudah. Ada beberapa persoalan utama yang harus diperhatikan. Pertama, pertanian sangat bergantung pada kondisi cuaca dan alam. Kedua, pertanian juga sangat rentan terhadap hama dan penyakit. “Nah, bagaimana analisis Kementan mempersiapkan sektor pertanian tidak hanya padi, jagung, kedelai saja agar tidak bergantung pada cuaca dan alam,” katanya.
Jangan lupa juga, masih ada sektor perkebunan, peternakan yang harus diperhatikan Kementan. “Jika terakselerasi secara simultan akan memperkuat pertanian,” kata Syahrul. Akhirnya, Kementan juga sedikit-banyak akan berurusan dengan komoditas pertanian. Pemetaan komoditas harus jadi perhatian penting untuk menyusun konsep, rencana dan pengelolaannya. Ini semua harus diatur agar amanat ketahanan pangan bagi 267 juta penduduk Indonesia selalu aman terkendali.
Ambisi Ekspor
Selain pemenuhan pangan, peningkatan ekspor juga menjadi prioritas Kementan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Syahrul mencanangkan Gatriks atau Gerakan Tiga Kali Lipat Ekspor. Berdasarkan data BPS, ekspor sektor pertanian mencapai US$3,43 miliar pada 2018, kemudian US$2,57 miliar pada Januari-September 2019. “Saya buat benchmarking,” katanya. Kemudian, ia mendorong direktur jenderal dan kepala badan untuk memenuhi target-target itu.
Di sisi lain, Syahrul juga ingin mendorong substitusi impor. Meskipun tidak dilarang, kalau mampu produksi dalam negeri maka menurutnya tidak perlu impor. “Kalau masalah ini tidak selesai, akan selalu ada margin harga, kualitas, dan kelayakan industri,” katanya lagi