Jakarta, Gatra.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam kasus melibatkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, membuktikan bahwa Undang-Undang KPK yang baru saja disahkan pada 17 Oktober 2019 silam, justru menghambat kinerja KPK dalam penggeledahan.
"Misalnya kita bisa melihat, ketika proses penggeledahan belum mendapatkan izin dari Dewan Pengawas (Dewas), maka itu menjadi problem," kata Kurnia, di Jakarta, Senin (13/1).
Berbeda dengan Undang-Undang KPK yang sebelumnya, di mana penggeledahan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana bahwa penggeledahan untuk kebutuhan mendesak dapat dilakukan, lalu selanjutnya baru meminta izin dari ketua Pengadilan Negeri.
Sementara penggeledahan di UU KPK baru mesti seizin Dewas yang tertuang di Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Rencana penggeledahan kantor DPP PDIP oleh para penyelidik KPK terkait kasus suap komisioner KPU tertunda lantaran penyidik mesti mendapat izin dari Dewas KPK, namun itu mendapat penjegalan dari petugas keamanan DPP PDIP. Alasan penjegalan itu karena KPK tidak menyertai surat tugas penggeledahan.
Kurnia menjelaskan bahwa pada dasarnya penggeledahan merupakan upaya penegak hukum untuk mengumpulkan sekaligus mencari bukti dalam rangka mengonstruksikan sebuah perkara tindak pidana.
“Jika izin dari penggeladahan ini membutuhkan proses administrasi yang panjang dan izin yang lama, maka sudah tentu pelaku tindak pidana, atau pelaku korupsi dapat menyembunyikan, bahkan menghilangkan barang bukti yang dicari oleh penegak hukum,” katanya.
Kasus OTT Wahyu Setiawan, lanjut Kurnia, menjadi bukti konkrit bahwa UU KPK tidak tepat dilaksanakan karena substansinya bermasalah. Ia juga mengungkapkan ke depan, ICW dan koalisi masyarakat antikorupsi akan mempersoalkan proses perizinan kepada Dewas melalui instrumen praperadilan.
Selain itu pengajuan judicial review UU KPK ke Mahkamah Konstitusi tengah berjalan melalui tahap uji formil.
"Ini sebenarnya menjadi bukti bahwa narasi penguatan yang selama ini diucapkan Presiden Joko Widodo dan DPR hanya omong kosong belaka. Karena faktanya justru memperlambat proses penegakan hukum di KPK," kata Kurnia.