Jakarta, Gatra.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan mengundurkan diri karena kasus dugaan suap yang sebelumnya terjaring melalui operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK), Rabu (8/1). Pengunduran diri itu disampaikan oleh Ketua KPU, Arief Budiman.
"Sore ini kami baru saja menerima dari keluarga Pak Wahyu, surat pengunduran diri yang ditandatangani oleh pak Wahyu Setiawan bermaterai," kata Arief selepas konferensi pers di KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/1).
Surat itu ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Arief menyebut surat itu akan ditembuskan juga ke DPR dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)."Ini nanti kami teruskan kepada bapak Presiden Republik Indonesia, kami juga akan menyampaikan salinannya nanti kepada DPR dan DKPP," ujar dia.
Berikut isi surat pengunduran diri Wahyu Setiawan
"Saya yang bertandatangankan dibawah ini, Nama Wahyu Setiawan, jabatan Anggota KPU RI, masa jabatan 2017-2022. Dengan penuh kesadaran diri, tanpa ada paksaan dari manapun dan oleh siapapun, dengan ini saya menyatakan mengundurkan diri sebagai anggota KPU RI masa jabatan 2017-2022. Surat ini berlaku sejak tanggal saya menandatanganinya. Demikian Surat Pengunduran Diri dibuat untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya. Di tandatangani Materai, Jakarta 10 Januari 2020."
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menjelaskan dalam OTT saat itu, KPK mengamankan 8 orang pada Rabu-Kamis, 8-9 Januari 2020 di Jakarta, Depok, dan Banyumas.
"Tim menemukan dan mengamankan barang bukti uang Rp400 juta yang berada di tangan ATF dalam bentuk Dollar Singapura," kata Lili di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (9/1).
KPK akhirnya menetapkan empat orang tersangka, di antaranya Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku caleg DPR fraksi PDIP dan Saeful. Namun, keberadaan Harun hingga saat ini belum diketahui.
KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Setelah diselidiki, total suap yang mencapai Rp900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.