Jakarta, Gatra.com - Bukan hanya tren global, demokrasi di Indonesia menghadapi banyak tantangan berkaitan dengan kesehatannya sepanjang 2019 silam.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) setidaknya melihat ada beberapa fakta yang mencuat di wilayah demokrasi sepanjang 2019.
Perludem menggelar forum terbuka yang membahas soal refleksi Pemilu 2019 sekaligus catatan awal tahun untuk kehidupan demokrasi Pemilu Indonesia, pada Jumat (10/1).
Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil mencatat sedikitnya beberapa poin refleksi pada gelaran Pemilu 2019.
“Pertama, adanya peningkatan partisipasi pemilih pada Pemilu tahun 2019 dengan angka yang cukup signifikan yaitu mencapai 81%,” katanya.
Kedua, ialah polarisasi yang diakibatkan perseteruan para elite yang berkontestasi. Partisipasi meningkat, namun situasinya terjadi di tengah polarisasi tajam akibat narasi provokasi yang dibangun elite: hoaks, SARA, dan fitnah politik.
"Polarisasi akibat elite politik yang berkontestasi. Sedangkan elite politik saat ini sudah menjadi satu kubu, membagi-bagi kekuasaan, sementara polarisasi di masyarakat masih terasa hingga sekarang," kata Fadli.
Ketiga, pasca polarisasi yang begitu tajam dan memecah belah, yang merupakan konsekuensi dari elite yang berseteru, para elite justru saat ini, sudah berpelukan mesra dan berada di konsolidasi pragmatis dengan bagi-bagi kekuasaan.
Fadli menilai kontrol formal, sebagai poin terakhir dalam catatan yang perlu disorot, akan sulit diharapkan maksimal karena pendukung pemerintah berada di barisan yang sangat mayoritas.
"Dampaknya, kontrol formal terhadap jalannya pemerintah semakin melemah. Di DPR hampir semua kursi yang masuk ke dalam parlemen, bergabung semua ke gerbang kekuasaan," terang Fadli.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan bahwa dalam konteks Pemilu sebagai salah satu wujud dari negara demokrasi berlandaskan hukum pemilu 2019 masih disertai banyak catatan kritis.
"Pertama, dari aspek perlindungan hak pilih warga negara terutama hak memilih. Adanya hambatan untuk bisa memilih dengan syarat-syarat dokumen administrasi kependudukan yang tak kunjung tuntas adalah salah satu hal penting yang mesti dibenahi dari pemilu 2009 untuk kedepannya," kata Titi.
Selain itu dalam catatan perludem persoalan sinkronisasi data kependudukan antar instansi, kemudian data penduduk yang ada di luar negeri, penduduk yang ada di panti sosial, dan di lembaga masyarakat, maupun penduduk yang tinggal di wilayah perbatasan dan pengungsian menjadi catatan penting.
"Belum lagi persoalan distribusi logistik yang terlambat, rusak dan salah kirim. Hal ini mengonfirmasi bahwa manajemen penyelenggaraan pemilu perlu ditata ulang secara serius," ujarnya.