Jakarta, Gatra.com - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menegaskan tak ingin dikaitkan atas penangkapan mantan komisionernya, Agustiani Tio Fridelina (ATF) dalam operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK), Rabu lalu (8/1).
Dalam OTT itu, Agustiani dicokok bersama Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Ketua Bawaslu, Abhan menjelaskan, Agustiani memang sempat menjadi komisioner Bawaslu pada 2008-2012. Namun setelah itu, Agustiani masuk ke PDI Perjuangan dan menjadi calon anggota legislatif.
"Perlu diketahui setelah tidak lagi jadi komisioner, beliau adalah aktivis parpol dan sudah terlibat pencalonan sebagai calon anggota DPR periode 2014 dan 2019, terakhir 2019 ATF caleg DPR RI dapil Jambi," kata Abhan saat konferensi di Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (10/1).
"Sekali lagi ini nggak ada kaitan dengan persoalan Bawaslu, ATF aktivis parpol yang sebagai caleg Partai PDIP di dapil Jambi," tegas Abhan.
Abhan mengungkapkan, pertemuan tripartit antara KPU, Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) fokus membahas status Wahyu Setiawan yang masih aktif sebagai komisioner KPU saat pencokokan itu terjadi.
Ia berharap Presiden Joko Widodo bisa memutuskan apakah Wahyu diberhentikan tetap atau sementara.
"Terakhir sekali lagi upaya ini kami lakukan untuk jamin kepastian akan status dari mas Wahyu, tentunya mudah-mudahan bisa ditindaklanjuti KPU, presiden tentunya untuk segera diproses lebih lanjut," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menjelaskan dalam OTT saat itu, KPK mengamankan 8 orang pada Rabu-Kamis, 8-9 Januari 2020 di Jakarta, Depok dan Banyumas.
"Tim menemukan dan mengamankan barang bukti uang Rp400 juta yang berada di tangan ATF dalam bentuk dollar Singapura," kata Lili di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (9/1).
KPK akhirnya menetapkan empat orang tersangka, di antaranya Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku caleg DPR fraksi PDIP dan Saeful. Namun Harun masih belum dimankan karena belum diketahui keberadaannya.
KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Setelah diselidiki, total suap yang mencapai Rp900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.