Jakarta, Gatra.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan dilaporkan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Wahyu dianggap telah melakukan pelanggaran kode etik atas kasus dugaan suap yang sebelumnya terjaring melalui operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK), Rabu (8/1).
Ketua Bawaslu, Abhan menyebut pihaknya sangat menghormati asas praduga tak bersalah dan menyerahkan seluruh proses hukum kepada KPK. Kasus ini juga sudah dirapatkan melalui three partied antara DKPP, KPU dan Bawaslu.
"Mengenai dugaan pelanggaran kode etik ini, kami harap DKPP agar cepat berikan putusan atas aduan yang kami ajukan terkait dugaan pelanggaran kode etik pemilu. Sore ini kita akan ajukan ke sekertariat DKPP," kata Ketua Bawaslu, Abhan, saat konferensi pers di Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (10/1).
Senada dengan Abhan, Ketua KPU Arief Budiman berharap pelaporan itu bisa segera cepat diproses agar publik juga mendapat kejelasan terkait perkara suap itu. Namun untuk pemberhentian dan penggantian Wahyu, Arief menyebut akan diserahkan ke Presiden Joko Widodo.
"Sepenuhnya proses pemberhentian dan penggantian kita serahkan ke Presiden, apakah nanti dalam proses pemberhentian itu, kalau berdasarkan tahapan kan ada pemberhentian sementara atau tetap atau menggunakan putusan DKPP. Jadi salah satu konsideratnya, kita serahkan ke Presiden sepenuhnya," kata Arief di lokasi yang sama.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menjelaskan dalam OTT saat itu, KPK mengamankan 8 orang pada Rabu-Kamis, 8-9 Januari 2020 di Jakarta, Depok, dan Banyumas. Sementara tersangka Harun masih belum dimankan karena belum diketahui keberadaannya.
"Tim menemukan dan mengamankan barang bukti uang Rp400 juta yang berada di tangan ATF dalam bentuk Dollar Singapura," kata Lili di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (9/1).
KPK akhirnya menetapkan empat orang tersangka, di antaranya Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku caleg DPR fraksi PDIP dan Saeful.
KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Setelah diselidiki, total suap yang mencapai Rp900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.