Pekanbaru, Gatra.com -- Politik tanpa mahar yang digaungkan Partai Golkar dalam Pilkada 2020 hanya pepesan kosong. Menurut Pengamat Politik dari Universitas Riau, Tito Handoko, politik tanpa mahar sejatinya telah sering diumbar politisi. Hanya saja komitmen tersebut diragukan penerapanya.
"Politik tanpa mahar itu konsepnya sudah lama, tapi prakteknya tidak demikian. Kalau politik tanpa mahar bisa saja hanya untuk bangun citra positif parpol," jelasnya kepada Gatra, Jum'at (10/1).
Tito menyebut ada sejumlah hal yang membuat politik tanpa mahar sulit diterapkan. Dia mencontohkan regulasi politik seperti Undang-Undang Pilkada, di mana calon yang diusung harus mendapat persetujuan dari partai politik.
"Sementara konsep desenteralisasi itu menyerahkan urusan pemerintah pusat ke daerah. Tapi kok untuk pilkada harus memperoleh persetujuan dari DPP partai politik, ini kan namanya sentralisasi politik. Akan banyak pemain-pemain di sekitar DPP nantinya. "
Yang perlu dilakukan partai politik, sebut Tito adalah transparansi ongkos politik. Dalam hal ini parpol mesti menjelaskan penggunaan biaya seputaran hajatan politik.
"Gunanya (ongkos) untuk apa, survei kah, untuk pemenangan kah. "