Pekanbaru, Gatra.com - Tadinya ayah 4 anak ini menaruh harapan besar Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mau merespon permohonan dukungan pendanaan terkait Bimbingan Teknis (Bimtek) Administrasi Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang dilayangkan pada Oktober tahun lalu.
Bimtek itu teramat penting bagi para petani di tiga kecamatan; Warmare, Prafi dan Masni di Kabupaten Monokwari Papua Barat itu.
Sebab setelah panandatanganan oleh para pihak di bulan November 2019, Koperasi Produsen Sawit Arfak Sejahtera (KPSAS), dipastikan kebagian pembiayaan PSR seluas 350 hektar dari total 4400 hektar kebun kelapa sawit di tiga kecamatan tadi, yang akan diremajakan.
Biar para petani tidak gamang mengelola duit hingga proses peremajaan tadilah makanya permohonan pembiayaan dilayangkan.
"Rencananya Bimtek untuk 25 orang itu akan kami gelar pada November-Desember 2019. Tapi lantaran enggak ada respon sama sekali dari BPDPKS, acara itu kami tunda menjadi tanggal 11 Januari 2020. Biaya sekitar Rp65 juta untuk menyelenggarakan Bimtek itu bukan dari BPDPKS, tapi swadaya kami. Bimtek ini sangat penting bagi kami, makanya kami berupaya semaksimalnya untuk mengadakan acara itu," cerita Dorteus Paiki kepada Gatra.com melalui sambungan telepon, Rabu (8/1).
Lelaki 57 tahun ini tak mau berpikiran buruk soal permohonan yang tak bersambut tadi. "Mungkin lantaran kami terlalu jauh di Timur makanya tidak direspon," datar suara Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPW Apkasindo) Papua Barat ini terdengar.
"Untung saja masih ada satu dua tandan kelapa sawit kami dari pohon yang sudah berumur 29 tahun itu. Ada pula support dari sejumlah petani di 24 DPW. Bukan kami tidak tahu kalau sebenarnya petani sawit punya hak dari dana BPDPKS itu, apalagi untuk peningkatan SDM. Tapi mau gimana lagilah, kita ini cuma orang kecil," katanya.
Semula salah seorang petinggi BPDPKS Achmad Mauli mengaku belum menerima info terkait permohonan yang dilayangkan Paiki tadi.
Tapi kemudian dia mengatakan,"Permohonan kegiatan itu sudah dijawab melalui surat. Intinya, sesuai Permentan No. 07/2019 tentang Pengembangan SDM, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan serta Sarpras Perkebunan Kelapa Sawit kegiatannya memerlukan rekomendasi Kementan," ujar Mauli kepada Gatra.com.
Paiki cuma bisa tersenyum mendengar jawaban Mauli tadi. "Yahh...,mungkin terlalu jauh Papua Barat. Makanya surat balasan itu jatuh di Laut Banda," Paiki berseloro.
"Atau mungkin terlalu sedikit luasan lahan kebun kami bagi BPDPKS. Tapi bagi kami itu sudah sangat luas dan memberi makan, menyekolahkan anak, biaya berobat, beli beras ratusan orang di kampung kami," kata Paiki getir.
Namun bagi Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung, sikap BPDPKS tadi sama saja bentuk pelecehan kepada petani kelapa sawit.
"Kami melihat empati BPDPKS tidak ada dan tidak melihat esensi Papua itu seperti apa. Presiden Jokowi sendiri sangat menaruh perhatian dengan negeri paling timur Indonesia itu. Tapi BPDPKS malah tidak menengok itu sebagai sebuah kepentingan besar," rutuk Gulat.
Yang membikin Gulat semakin kesal, permohonan terkait pelatihan Bimtek semacam ini sudah kesekian kalinya ditolak BPDPKS.
"Sebelumnya permohonan petani dari Kalimantan Barat dan Sulawesi Tengah yang ditolak. Alasannya sama; rekom Menteri Pertanian enggak ada. Ini menyangkut PSR yang sedang digeber presiden, lho. Apa iya harus pakai rekom Menteri pertanian (Mentan)? Kok enggak sekalian saja butuh persetujuan Tuhan?," Gulat semakin jengkel.
Mestinya kata lelaki 47 tahun ini, yang berkaitan dengan PSR musti disupport. Sebab dari hasil kajian DPP Apkasindo, salah satu penyebab percepatan PSR terhambat adalah lantaran SDM petani yang belum mumpuni dan gamang dengan prosedur yang ada.
"Sadar SDM mereka masih kuranglah makanya saudara kami di Papua dan provinsi lain berharap dukungan. Mereka berinisiatif menggelar Bimtek itu biar mereka tidak gamang menjalankan PSR tadi. Eh malah tidak direspon. Omong kosonglah kalau untuk bantuan segitu saja harus meminta rekom Kementan. Kami akan menyurati Kementerian keuangan apakah benar seperti itu prosedurnya," sergah Gulat.
Demi mendukung program presiden soal PSR Nasional tadi kata Gulat, dua orang instruktur DPP Apkasindo sudah terbang ke Papua. "Intruktur yang kami berangkatkan itu enggak sembarangan, bersertifikat auditor ISPO," katanya.
Dhermawan Harry Utomo, petani asal Jambi ini juga kecewa dengan BPDPKS. Dia kemudian mempertanyakan sederet kegiatan yang disponsori oleh BPDPKS.
"Lomba Lari 10K, 40K yang digelar di tengah kebun sawit tahun lalu itu, apa pakai rekom Mentan juga?" dia bertanya.
Mestinya kata Dhermawan, "Dari tahun lalu Direktur BPDPKS itu dicopot saja. Sebab banyak programnya gagal dan cenderung bercokol di zona nyaman. Saya khawatir program PSR yang 500 ribu hektar nanti juga bakal terancam gagal," katanya.
Amin Nugroho, petani asal Kalimantan Selatan ini malah tidak habis pikir melihat kinerja BPDPKS. "Empat tahun program sarana dan prasaran bercokol di BPDPKS, sampai sekarang tidak kunjung pecah telur, alias nol persen. Padahal tiap tahun ratusan miliar rupiah dianggarkan. Entah apalah kerja mereka di sana," Amin menggerutu.