Jakarta, Gatra.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menyatakan bahwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pertama kali di bawah kepemimpinan Firli Bahuri menggunakan Undang-Undang KPK yang lama, No. 32 Tahun 2002. Padahal, Mahfud sempat menyebut OTT itu menggunakan UU KPK yang baru, No. 19 Tahun 2019.
Artinya, jika menggunakan UU KPK lama, peran Dewan Pengawas (Dewas) yang disebut sebagai pemberi izin penyadapan OTT belum berfungsi sepenuhnya. Proses penyadapan pun diperkirakan telah dimulai sejak kepemimpinan KPK sebelumnya, Agus Rahardjo. Mahfud mengakui, proses penyadapan itu memang memakan waktu yang cukup lama.
Mahfud berdalih, meski proses OTT itu telah dilakukan sebelum kepengurusan KPK baru, Firli cs tetap menjadi penanggung jawab operasi senyap itu. Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu pun menyebut ini tak menyalahi hukum yang berlaku.
"Ini tetap di bawah tangung jawab komisioner dan Dewas sekarang, tetapi memang kalau OTT itu kan ngintipnya berbulan-bulan, sehingga perintah dan persetujuan pengintipan berdasar UU yang lama itu berlaku, tetapi ini harus menjadi tanggung jawab dan diumumkan oleh yang sekarang," kata Mahfud di kantornya, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (9/1).
Dua hari belakangan, publik diramaikan dengan OTT KPK terhadap Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah, pada Selasa (7/1) dan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, pada Rabu (8/1). Masing-masing diduga melakukan tindak korupsi terkait pengadaan barang dan jasa serta kasus suap.
Mahfud memuji setinggi langit kinerja KPK yang baru itu dan menyebut bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan dari perubahan UU KPK.
"Menurut saya [OTT] bagus, berarti tidak ada yang berubah drastis dari berlakunya Undang-Undang [KPK] itu," kata Mahfud.
Mahfud mengakui bahwa dulu termasuk pihak yang tidak mendukung revisi UU KPK No. 32 Tahun 2002 menjadi UU No.19 Tahun 2019. Saat sudah disahkan, ia menyebut revisi itu harus diterima secara kenegaraan dan tetap bekerja atas landasan dasar itu.
"Waktu itu saya mengatakan, mari kita berharap karena undang-undang udah jadi, mudah-mudahan KPK tidak menjadi lemah," ujarnya.
Saat wacana revisi itu berkembang, ia melihat banyak orang mengkhawatirkan KPK tidak bisa lagi melakukan OTT karena dalam undang-undang tersebut tertulis, mekanisme OTT harus dengan izin Dewan Pengawas. Banyak juga yang menyangka bahwa informasi OTT akan bocor sebelum penangkapan.
Mahfud juga menjelaskan, kewenangan Dewan Pengawas KPK telah berjalan pada 19 Desember 2019 lalu. Ia menganggap dengan rentang waktu itu hingga OTT Sidoarjo kemarin membuktikan bahwa Dewan Pengawas bekerja secara proporsional.