Pekanbaru, Gatra.com -- Perang dagang yang menyeret Cina dengan Amerika Serikat, menjadi berkah bagi komoditi perkebunan di Riau. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, hingga kini Cina menjadi negara utama tujuan ekspor Riau. Untuk periode Januari-Oktober 2019 nilai ekspor non migas Riau ke Negeri Tirai Bambu mencapai US$1,71 miliar, atau 18,20 persen dari keseluruhan total ekspor non migas Riau.
Menurut Wakil Ketua KADIN Riau bidang perdagangan, Iva Desman, pasar Cina sangat menjanjikan bagi Riau kedepannya. Namun hal itu dipengaruhi sikap China yang tidak mencabut fasilitas keringanan perdagangan dengan Indonesia. Hanya saja, sebutnya lagi potensi pasar Cina menanti kejelian dan perhatian pemerintah Provinsi Riau untuk digarap dengan seksama, terutama sektor perkebunan.
"Riau sektor perkebunan, jadi ini merupakan peluang bagi Riau untuk lebih meningkatkan ekonomi daerahnya untuk bisa masuk ke pasar Cina. Kalau CPO (minyak Sawit) meningkat diekspor ke China tentu potensi terbesar ada di Riau. Riau siap tidak?" urainya kepada Gatra.com di Kantor KADIN Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru, Kamis (9/1).
Untuk diketahui, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat, volume ekspor CPO dan turunannya (tidak termasuk biodiesel dan oleochemical) ke China sepanjang enam bulan pertama tahun ini mencapai 2,54 juta ton. Sementara itu berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, lahan perkebunan sawit Indonesia mencapai 14,23 juta hektare (ha). Angka tersebut terdiri atas 5,8 juta ha perkebunan rakyat, 635 ribu ha perkebunan besar negara, dan 7,88 juta ha perkebunan besar swasta.Riau merupakan provinsi dengan lahan sawit terluas, mencapai 2,74 juta ha atau sekitar 19% dari total keseluruhan.
Untuk memaksimalkan ekspor CPO tersebut Pemprov Riau perlu mendorong hilirisasi Kelapa Sawit. Hal itu akan memperbesar masuknya ekspor Riau ke Negeri Panda. Iva menambahkan hilirisasi Kelapa Sawit di Riau dapat menjadi solusi ditengah makin menipisnya harapan terhadap minyak bumi yang selama ini menjadi tumpuan perekonomian Riau.
Sebagai informasi pertumbuhan ekomomi Riau beberapa tahun belakangan stagnan dibawah 3 persen. Lesunya perekonomian tersebut membuat angka kemiskinan di Riau nyaris menembus angka 500 ribu jiwa.
Sementara itu Direktur Eksekutif KADIN Riau, Kholis Romli, menuturkan untuk dapat menggairahkan perekonomian Riau dalam jangka panjang, Riau perlu mencari lini ekonomi selain minyak. Disamping itu Pekanbaru juga perlu menggali nilai tambah dari kondisi geografis yang dimiliki. "Potensi Riau kedepannya adalah memperkuat daya saing Riau ini dengan keuntungan Geografis berada di beranda terdepan republik."
Adapun 10 golongan barang ekspor non migas, yang mengalami kenaikan pada periode Januari-Oktober terjadi pada lemak dan minyak hewan atau nabati sebesar US$36.76 juta dolar, Serat Stapel Buatan US$15.04 juta dolar, Bubur Kayu (Pulp) sebesar US$13.36 juta, dan berbagai produk kimia US$6.84 juta.