Home Kebencanaan Pengamat: Konsep Normalisasi Cocok Tangani Banjir Jakarta

Pengamat: Konsep Normalisasi Cocok Tangani Banjir Jakarta

Jakarta, Gatra.com - Pengamat tata kota, Yayat Supriatna mengatakan perlu adanya penerapan konsep normalisasi untuk menangani permasalahan banjir yang terjadi di DKI Jakarta. Dia menganggap hal ini adalah konsep yang paling tepat digunakan di Jakarta yang membutuhkan penanganan bencana banjir dalam waktu yang singkat.

Dia menerangkan bahwa antara konsep normalisasi dan naturalisasi secara prinsip sama-sama memaksimalkan dan mengoptimalkan penampungan debit air di sungai. Namun, khusus untuk daerah hilir, menurutnya perlu dilakukan normalisasi yang mana memiliki ciri khas penggunaan beton di sepanjang sisi sungai.

"Kalau mau dinaturalisasi memang lihat kondisi dan situasinya. Kalau untuk wilayah tengah dan hulu boleh lah kita sesuaikan. Tapi kalau untuk hilir ya mestinya normalisasi," ujarnya saat dihubungi Gatra.com, Selasa (7/1).

Baca Juga: Normalisasi dan Naturalisasi Efektif, Tapi Sulit Terwujud

Pria yang juga berpofesi sebagai dosen Fakultas Arsitektur Lanskap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti ini menyatakan perlu adanya peningkatan kapasitas dalam pelaksanaan normalisasi. Hal ini dikarenakan normalisasi sudah terprogram sejak lama dan sudah memiliki master plan.

Dia mengganggap konsep ini yang paling efektif untuk menanggulangi banjir di ibu kota. Menurutnya daya tampung sungai dapat dikendalikan dengan adanya normalisasi ini. "Saat ini kita harus memaksimalkan daya tampung sungainya biar air yang tidak terkendali itu bisa dikendalikan," jelasnya.

Kendati begitu, Yayat tidak menganggap penarapan konsep naturalisasi seperti yang telah direncanakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta salah. Hanya saja, proses naturalisasi yang telah digagas itu tidak terlaksana sebagaimana mestinya. 

Baca Juga: Wagub Banten: 1.310 Rumah Rusak di Lebak Akibat Banjir

"Apapun konsepnya, lakukan lah. Jadi saya kira kerjakan saja apa yang bisa dilakukan karena ini kan baru awal bulan penghujan. Kalau tahun depan kejadian yang sama lagi bagaimana? Mau berdebat terus?" imbuhnya.

Bahkan dia menyebut Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan tidak dapat membuktikan konsep naturalisasi yang dipilihnya dalam menanggulangi banjir berhasil. Hal itu dikarenakan Anies gagap dalam menghadapi berbagai permasalahan yang terjadi dalam menangani persoalan tahunan yang menghantui Jakarata ini.

"Kalau menurut saya kurang bukti. Konsep dan gagasannya bagus semua. Kerjakan saja, lebarkan sungainya, siapkan anggaran, dan hadapi mafia yang menghambat pembebasan tanahnya. Pindahkan manusianya dengan cara yang sangat manusiawi," tegas Yayat.

Baca Juga: Pengungsi Banjir DKI Jakarta Masih 697 Orang di Tujuh Titik

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa tidak ada penyebab tunggal dalam terjadinya banjir, namun ada penyebab dominan. Faktor-faktor penyebab itu antara lain intensitas curah hujan yang tinggi, persoalan drainase, bentang alam, serta kerusakan lingkungan.

"Kalau musim hujan itu air banyak biasa. Kalau alamnya masih bagus, alam masih bisa mengendalikannya. Tapi kalau alamnya rusak, hujannya besar. Tapi faktor dominan itu adalah intensitas curah hujan yang tinggi," terang dia.

Selain itu Yayat menilai pemerintah pusat maupun daerah tidak cukup memiliki kapasitas sistem dalam menangani persoalan ini, mulai dari pembuatan serta pemeliharaan drainase hingga program pengendalian dan pengorganisasian. "Jadi ketika alam itu berubah pola curah hujannya, maka yang muncul adalah kegagapan," katanya.

Baca Juga: KLHK Janji Akan Serius Tegakkan Hukum Soal Sampah

Yayat juga mengimbau Pemprov DKI dalam waktu dua minggu sampai sebulan ke depan untuk turun tangan dalam melakukan pemulihan pascabanjir. Dia berharap dalam waktu dekat, banjir tidak lagi terjadi di lokasi yang sama karena dapat sangat memberatkan warga yang terdampak. 

"Jadi bagaimana pemerintah ini membantu mereka yang selama ini menderita lah. Jangan ditambah lagi persoalan dengan ribut-ribut. Fokus saja membantu. Pemerintah pusat dan daerah kerja keras bersinergi bagaimana menyelesaikan akar masalah," tukasnya.

358