Palembang, Gatra.com – Sidang lanjutan atas Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjerat Bupati non aktif, Ahmad Yani berlanjut dengan agenda mendengar nota keberatan terdakwa, Selasa (7/1). Dalam nota keberatan terhadap dakwaan, nama petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) termasuk Ketua KPK terpilih, Firli Bahuri disebut menjadi benang merah OTT yang berlangsung di kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, awal September lalu.
Dalam eksepsinya, kuasa hukum terdakwa, Magdir Ismail mengatakan perkara yang disidang ini jika dihubungkan dengan konflik antara pimpinan KPK dengan Firli Baruhi maka tidak terlalu sulit mencari benang merah persoalan dan hal ini yang menjadi awal terjadinya perkara, yakni ketidaksukaan kolektif pimpinan KPK, Agus Raharjo dan kawan-kawan terhadap Firli Bahuri yang saat peristiwa OTT KPK menjabat sebagai Kapolda Sumsel dan tengah mengikuti seleksi Ketua KPK 2019-2024.
“Terjadi penyadapan yang dilakukan KPK, terhadap saksi Robi Okta Fahlevi dan A Elfin MZ Muctar yang keduanya juga mengalami OTT KPK bersama dengan terdakwa Ahmad Yani, secara intensif pada tanggal 31 Agustus, yakni pada hari ketika terdakwa hendak menemui Firli yang merupakan Kapolda Sumsel, sekaligus tengah mengikuti seleksi pemilihan Ketua KPK,” ujarnya dalam persidangan.
Dalam penyadapan itu, yang diketahui pada pukul 10.02 wib diketahui jika Elfin MZ Muctar yang merupakan pegawai di Dinas PUPR Muara Enim meminta Robi Okta yang merupakan pihak rekanan menyiapkan uang Rp500 juta atau senilai 35.000 US dollar karena mengetahui jika terdakwa Bupati Ahmad Yani akan menemui dengan Kapolda Firli Bahuri. Percapakapan tersebut diulang pada pukul 12.00 wib. “Artinya, ada upaya, rencana dan rekayasa pemberian uang kepada Firli sebagai calon ketua KPK yang tengah mengikuti seleksi ketua KPK,” sambungnya.
Masih dalam keberataannya, kuasa hukum terdakwa Ahmad Yani menjabarkan jika saksi Elfin berinisiatif memberikan uang dalam bentuk dollar kepada Kapolda Sumsel, Firli Bahuri, bahkan Elfin sendiri yang menghubungi ajudan dan keponakan kapolda Sumsel, Erlan. Dari upaya ini, nampak saksi Elfin berusaha memberikan interprestasi atas percakapan dengan terdakwa sebelum terdakwa bertemu dengan Kapolda Sumsel, Firli Bahuri.
“Sudah barang tentu pemberian uang melalui keponakan Kapolda ini bukan hal biasa, ada maksud terselubung dari saksi Elfin, dan meskipun tidak ada realisasi dari pemberian uang ini, akan tetapi tetap dilakukan operasi tangkap tangan, dengan maksud mempermalukan Firli Bahuri. Seolah menjadi tukang nujum, bahwa Kapolda Firli berkehendak meminta uang, yang merupakan uang dari pihak rekanan atas 16 proyek di kabupaten Muara Enim,” terang kuasa hukum.
Sayangnya, meski kasus ini terus bergulir, pihak penyidik KPK tidak pernah meminta keterangan dari Firli Bahuri. “Karena sudah ada kesepakatan antara KPK dan Polri, seharusnya rencana ini lebih baik dilaporkan ke Kapolri, namun ternyata tidak. Satu-satunya informasi kita saat ini, beradasarkan BAP dan keterangan saksi-saksi sehingga tidak ada keinginan terdakwa saya memberi dan tidak ada keinginan Kapolda Firli meminta, nanti kita lihat dalam persidangan lanjutan,” pungkasnya.
Jaksa Penuntut KPK, Roy Riyadi mengatakan dirinya baru mengetahui hal ini dan menurutnya, apa yang disampaikan bukanlah materi keberatan terhadap dakwaan tim jaksa. “Demi Allah, saya baru mengetahui dan belum bisa menanggapinya. Namun memang ada di BAP saksi Elfin percakapan itu dan ini fakta baru persidangan,” ucapnya.