Jakarta, Gatra.com - Kementerian Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani mencatat, defisit anggaran di sepanjang tahun 2019 mencapai Rp353 triliun, atau 2,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto atau PDB.
Angka tersebut meningkat sebanyak 31 persen yoy, dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu Rp269,4 triliun atau 1,82 persen dari PDB.
"Defisit kita untuk 2019 di level 2,02 persen terhadap PDB yaitu Rp353 triliun karena pendapatan negara tertekan sedangkan belanja negara terjaga. Defisit melebar dari target yang 1,8 persen PDB, jauh lebih rendah dari emerging market lain. Itu relatif tinggi dari negara lain," kata Sri Mulyani, di Kantor Kementerian Keuangan, Selasa (7/1).
Meski begitu, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menilai, realisasi defisit tersebut turun dari posisi November 2019, yaitu sebesar Rp 368 triliun atau 2,29 persen dari PDB. Angka itu terus menurun hingga Desember 2019, hingga pada akhirnya mencapai angka yang lebih rendah dari 2,29 persen.
Lebih lanjut Sri Mulyani menjelaskan, defisit pada Desember 2019 disebabkan oleh jumlah belanja negara dan penerimaan yang masih timpang.
Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, total penerimaan 2019 mencapai Rp1.957,2 triliun, atau sebesar 90,4 persen dari target APBN 2019 yaitu Rp 2.165,1 triliun. Artinya, penerimaan naik 0,7 persen dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya.
"Sedangkan dari sisi belanja negara di sepanjang 2019, terealisasi Rp2.310,2 triliun atau 93,9 persen terhadap target APBN Rp2.461,1 triliun yang terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp1.498,9 triliun serta transfer daerah dan dana desa Rp811,3 triliun," jelas Sri Mulyani.
Sementara itu, Sri Mulyani menilai, defisit anggaran Indonesia masih jauh lebih baik, jika dibandingkan negara-negara lainnya. Terlebih saat ekonomi dunia masih terus mengalami perlambatan hingga saat ini.
"Jadi kita masih lebih beruntung, defisit Vietnam mencapai 4,4 persen PDB, Cina 6,1 persen dari PDB, Afrika Selatan 6,2 persen PDB, India 7,5 persen PDB, Amerika Serikat 5,6 persen PDB, dan Brasil 7,5 persen PDB," ujar dia
Jadi kalau kita lihat kombinasi pemerintah dalam menjaga fiskal untuk mampu mendorong ekonomi dan defisit melebar tapi jauh lebih rendah dari peer emerging countries lain, imbuh dia.