Baghdad, Gatra.com - Perdana Menteri Irak pada Jumat mengutuk pembunuhan komandan Pasukan Quds Iran Qassem Soleimani dan Komandan Milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis. Ia menyebut hal ini akan menyalakan sumbu perang.
Dilansir Reuters, Jumat (3/1), Amerika Serikat diketahui telah membunuh Kepala Pasukan Elit Quds Soleimani yang juga berpengaruh dalam kemiliteran di Timur Tengah. Ia tewas bersama penasehatnya, Muhandis dalam serangan yang terjadi di Bandara Baghdad.
"Pembunuhan seorang komandan militer Irak yang memegang posisi resmi dianggap sebagai agresi terhadap Irak dan likuidasi tokoh Irak terkemuka atau orang-orang dari negara persaudaraan di tanah Irak. Ini adalah pelanggaran besar-besaran terhadap kedaulatan," ujar Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi.
Abdul Mahdi, yang pemerintahnya mendapat dukungan dari Iran ini mengatakan bahwa serangan udara yang dilancarkan AS merupakan eskalasi berbahaya yang akan menyalakan sumbu perang destruktif di Irak, Timur Tengah, bahkan dunia.
Dia menyatakan serangan AS telah melanggar ketentuan adanya kehadiran militer AS di Irak yang memiliki kewenangan ekslusif untuk melatih pasukan keamanan Irak serta memerangi ISIS dalam kerangka koalisi global.
Sementara itu, Abdul Mahdi meminta parlemen untuk mengadakan Rapat Luar Biasa untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan demi menjaga martabat, keamanan, dan kedaulatan Irak. Kendati demikian, dia tidak merinci ketentuan apa yang diperlukan, namun beberapa pejabat dan anggota parlemen menyerukan beberapa langkah untuk mengusir pasukan AS dari Irak.
Abdul Mahdi juga menggambarkan Soleimani dan Muhandis sebagai simbol besar kemenangan melawan teroris ISIS. Pasukan Mobilisasi Populer (PMF) Irak, sebuah kelompok yang sebagian besar milisi Muslim yang didukung Iran dipimpin oleh Muhandis ini membantu pasukan keamanan merebut kembali sepertiga wilayah Irak dari ISIS.
Di sisi lain, ribuan warga Irak turun ke jalan sejak 1 Oktober untuk mengutuk, mereka yang mendukung pemerintah Abdul Mahdi. Para pengunjuk rasa juga menuntut perombakan sistem politik yang mereka anggap korup dan membuat sebagian besar rakyat Irak terjerat dalam kemiskinan.