Jakarta, Gatra.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyelesaikan audit penghitungan kerugian keuangan negara terkait beberapa kasus korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) pada 2018 di PT.Pelindo II.
Penghitungan kerugian negara ini telah ditunggu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Contohnya, melengkapi berkas penyidikan kasus yang menjerat mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino (RJ Lino).
"Lagu pemberkasan. kita sudah selesai, pemeriksaan sudah selesai. Habis pemeriksaan kan kita bikin laporannya. Nah ini sedang bikin laporan LHP-nya," ujar Anggota BPK Achsanul Qosasih saat dikonfirmasi, Jumat (3/1).
Menurut Achsanul, investigasi telah rampung dan penghitungan kerugian keuangan negaranya sudah selesai. Hanya kurang dirapikan.
"Kemungkinan sekitar seminggu atau dua minggu ke depan sudah kita serahkan ke KPK," imbuhnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK 2015-2019 Laode Muhammad Syarif mengatakan BPKP dan juga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru mau menghitung keruguan negara ketika sudah ditentukan ada perbuatan melawan hukum. Laode mengatakan, selama hampir dua tahun sejak Lino ditetapkan sebagai tersangka, BPKP enggan menghitungnya.
"Saya kurang tahu apa yang terjadi. Setelah kita masuk, kita putuskan, kita pindahkan ke BPK. Setelah kita pindah ke BPK, ini ada Pak Panca nih, sampai hampir bertahun-tahun di sana. Namun, selalu hanya untuk menghitung," kata dia saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama komisi III DPR di Gedung DPR, Senayan, Rabu (27/11).
Laode pun membeberkan alasan mengapa penghitungan kerugian di BPK mangkrak. Pertama, karena tidak adanya harga pembanding barang yang dikorupsikan. "Dokumen dari Cina tidak ada. Betul, waktu itu saya dengan Pak Agus sudah di Beijing mau minta itu di-cancel pertemuannya," tuturnya.
Kedua, Laode secara terbuka menyebutkan, otoritas Cina tidak kooperatif. Akhirnya, KPK meminta ahli untuk menghitung komponen dan membandingkannya dengan harga di pasaran.
"Itu pun setelah kita guide pak, kita guide. Jadi jangan anggap KPK itu tidak melakukan upaya maksimum. Bahkan ada satu tim forensik kami pergi, pretelin itu semuanya ke tempat lain. Akhirnya kami mendapat ahli," katanya.