Ankara, Gatra.com - Presiden Tayyip Erdogan mengatakan bahwa saat ini terdapat 250.000 migran melarikan diri ke Turki dari wilayah barat laut Suriah, Idlib, pada hari Kamis, (2/1).
Kedatangan imigran tersebut setelah berminggu-minggu dibombardir oleh pasukan pemerintah Rusia dan Suriah.
Selama ini, Turki telah menampung sekitar 3,7 juta pengungsi Suriah, populasi pengungsi terbesar di dunia, dan Erdogan menyebut sedang memikirkan langkah-langkah untuk mencegah gelombang warga melintasi perbatasannya terus terjadi.
Musim dingin yang terus memburuk menyebabkan peningkata krisis, PBB menyebut ada sekitar 284.000 orang telah meninggalkan rumah mereka pada hari Senin. Hingga kini ada 3 juta orang tinggal di Idlib, wilayah yang dikuasai pemberontak pasca perang saudara Suriah selama hampir sembilan tahun ini.
"Saat ini, 200.000 hingga 250.000 migran bergerak menuju perbatasan kami," kata Erdogan dalam konferensi di Ankara. “Kami berusaha mencegah mereka dengan beberapa tindakan, tetapi itu tidak mudah. Sulit, karena mereka juga manusia,” tambah Erdogan.
Sejauh ini, Rusia melancarkan serangan ke sejumlah kota-kota dan desa-desa. Jet-jet Rusia terus melepaskan artileri sepanjang bulan lalu, meski ada kesepakatan sejak September lalu oleh para pemimpin Turki, Rusia dan Iran untuk meredakan ketegangan.
Dilaporkan reuters, seorang saksi mata menyebut, ada delapan orang, termasuk lima anak-anak, tewas pada hari Rabu di kota Idlib. Mereka jadi korban setelah tentara Suriah meluncurkan rudal yang menghantam sebuah tempat perlindungan bagi keluarga, yang selama ini kehilangan tempat tinggal mereka di sana.
Dalam sebuah laporan, Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan kota Maarat al-Numan dan pedesaan sekitarnya saat ini dilaporkan tak berpenghuni.
“Pemindahan selama musim dingin semakin memperburuk kerentanan mereka yang terkena dampak. Banyak yang melarikan diri karena membutuhkan dukungan kemanusiaan, berupa tempat tinggal, makanan, kesehatan, bantuan non-makanan dan bantuan musim dingin, ”kata OCHA.
Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang didukung Rusia dan Iran, telah bersumpah untuk merebut kembali Idlib. Turki selama bertahun-tahun ini mendukung pemberontak Suriah yang berjuang untuk menggulingkan Assad.
Erdogan mengatakan bulan lalu, negaranya tidak dapat menangani gelombang baru migran dari Suriah, dan memperingatkan Eropa akan merasakan dampak dari gelombang yang masuk, jika pemboman tidak dihentikan.
Moskow dan Damaskus menyangkal tuduhan pemboman atas wilayah sipil dan mengatakan mereka terus memerangi gerilyawan dari kelompok al-Qaeda. Namun itu justru menambah tekanan pada Turki, yang memiliki 12 pos militer di daerah tersebut.
Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar pada hari Selasa, mengatakan tidak mungkin Turki akan meninggalkan lokasi di pengungsian, yang selama ini menjadi pos pengamatannya di Idlib.