Jakarta, Gatra.com - Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) memberikan nota peringatan dini (early warning notice) kepada pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin mengenai agenda Hak Asasi Manusia (HAM) dan manuver yang dilakukan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
Sekretaris Jenderal IKOHI Zaenal Mutaqqin mengatakan, nota peringatan ini merupakan bentuk protes terhadap tindakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang merekrut beberapa sosok yang ditengarai memiliki persoalan HAM dalam struktur Kementerian Pertahanan, seperti Sjafrie Sjamsoeddin dan Chairawan.
"Kami keberatan dengan kebijakan Menhan yang melibatkan kembali orang-orang yang diduga terlibat dengan pelanggaran HAM di masa lalu," kata Zaenal saat dihubungi Gatra.com, Kamis (2/1).
Dalam nota peringatan yang diterima Gatra.com, IKOHI menuturkan bahwa langkah Menhan tidak menciptakan lingkungan yang kondusif (enabling environment) serta berpotensi memperlemah dan mempersulit tercapainya tujuan pemerintah dalam membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Ini sebagai salah satu mekanisme untuk menyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Sebagaimana diketahui, pemerintah Jokowi-Maruf bermaksud menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM di masa lalu melalui pembentukan KKR sebagai cara penyelesaian nonyudisial. Hal ini ditempuh karena beberapa alasan teknis prosedural, terutama karena tidak semua pelanggaran HAM masa lalu bisa diselesaikan melalui jalur pengadilan.
Oleh karena itu, IKOHI--dalam pernyataannya--memberikan masukan kepada Presiden Jokowi untuk mengambil langkah yang tepat. Setidaknya melalui dua hal: pertama, memanggil jajaran Kementerian di bawah koordinasi Kemenkopolhukam, terutama Menteri Pertahanan untuk diberikan pengarahan tentang Nawacita, khususnya mengenai prioritas ke-4 dan mengenai perwujudan sistem dan penegakan hukum yang berkeadilan.
"Nawacita Jokowi poin keempat mengenai komitmen penegakan hukum dan HAM. Termasuk di dalamnya mengenai penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu," kata Zaenal.
Kedua ialah mengadakan rapat terbatas agar seluruh menteri terkait, agar mendukung agenda penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Hal ini sebagaimana diinisiasi oleh Menkopolhukam, antara lain dengan
tidak merekrut sosok kontroversial yang diduga terlibat dalam pelanggaran HAM di dalam jajaran pejabat Kementerian Pertahanan.
"Kami berharap Presiden Jokowi lebih tegas dan tidak diskriminatif dalam memastikan bahwa hanya ada satu visi dalam menjalankan agenda pemerintahan, yaitu Visi Presiden, dan bukan visi seorang menteri," tambahnya.