Home Hukum Tentang Korupsi di Riau Versi Formasi

Tentang Korupsi di Riau Versi Formasi

Pekanbaru, Gatra.com - Lelaki 32 tahun ini sedari tadi memelototi laman demi laman hasil riset yang ada di desktop komputer jinjingnya, Rabu (1/1).

"Tahun baru saja berganti, tapi dari hasil riset kami, masih banyak kasus korupsi di Riau yang belum tuntas. Setidaknya ada tiga poin besar yang menjadi sorotan kami. Misalnya kasus dugaan korupsi Jembatan Selat Rengit Kabupaten Meranti senilai Rp470 miliar, Bantuan Sosial (Bansos) Kabupaten Bengkalis Rp200 miliar dan dugaan korupsi pembebasan lahan di Rokan Hilir (Rohil) Rp20 miliar," kata Direktur Lembaga Anti Korupsi Forum Masyarakat Bersih (Formasi) Riau ini memulai obrolan dengan Gatra.com.

Namanya Nurul Huda. Jebolan doktor hukum Universitas Sebelas Maret Solo Jawa Tengah ini baru dua tahun lalu mendirikan Formasi bersama sederet aktivis yang sepemikiran.

Dosen hukum pidana Universitas Islam Riau (UIR) ini tak menampik kalau kinerja aparat hukum di Riau baik itu Kejakaan Negeri, Kejaksaan Tinggi, Polres dan Polda Riau sudah lebih baik.

"Hanya saja, ada baiknya kasus-kasus korupsi kakap yang ada segera dituntaskan biar ada kepastian hukum, khususnya bagi mereka yang menjadi terduga. Kepastian hukum ini tentu akan menjadi citra positif bagi kinerja aparat hukum itu sendiri," kata ayah dua anak ini.

Lantas terkait proyek-proyek yang bernilai miliar rupiah yang sudah dilaporkan masyarakat, ada baiknya segera ditindaklanjuti hingga punya kepastian hukum. "Informasikan setiap perkembangan penanganan yang ada," pintanya.

Nurul tak menampik bahwa tidak mudah sebenarnya menyigi dan menggeber persoalan korupsi di Riau. Sebab untuk melakukan yang semacam ini butuh peran semua stakeholder.

"Kalau di daerah kan ada yang namanya Bupati, Wali Kota dan Gubernur. Setiap pejabat ini punya lembaga pengawas bernama Inspektorat. Segimana pun ngototnya Inspektorat mengungkap penyelewangan, kalau bos besarnya enggak mudeng, enggak akan beres juga. Ini berarti, kuncinya di pimpinan besar dulu. Sebesar apa niat pimpinan besar itu memberangus korupsi," ujarnya.

Bagi Formasi Riau kata Nurul, salah satu ciri pemerintahan yang menuju bersih itu adalah pemerintahan yang mengedepakan keterbukaan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) seperti yang diamanatkan UU KIP dan Perpres Stranas Nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (SNPK).

"Semakin besar keterbukaannya, maka semakin kecil potensi korupsinya. Hasil riset kami terhadap pemerintahan menunjukkan kalau potensi korupsi itu ada di proyek, Bansos dan perizinan. Pelayanan juga. Seterbuka apa pemerintahannya terkait ini dan semudah apa pelayanan yang diberikan. Ini juga menjadi indikatornya," urai Nurul.

Lalu jika penampakan potensi korupsi itu sudah ada, sebesar apa niat penegak hukum menuntaskan kasus hukumnya itu, juga menjadi pertanyaan besar.

"Bisa saja sudah ada itikad baik dari pemerintahnya, tapi giliran di penegakan hukum, mandeg. Itulah makanya saya bilang tadi. Peran semua stakeholder sangat penting. Termasuk masyarakat yang memang musti lebih kritis terhadap kasus-kasus semacam ini. Masyarakat enggak boleh lemah apalagi berhenti bersuara," pintanya.

Sebenarnya kata lelaki kelahiran Bangko Jaya Rokan Hilir (Rohil) ini, pemerintahan di Riau sudah meneken kesepahaman dengan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait program anti korupsi.

Ini tak lepas dari santernya kasus korupsi di Riau beberapa tahun sebelumnya. Puncaknya saat itu, tiga gubernur di Riau menjadi hattrick masuk bui. "Jalankanlah kesepahaman itu dengan serius, biar kisah kelam itu tidak terulang lagi," pintanya.

Meski sudah mengurai panjang lebar soal penuntasan dan kiat anti korupsi tadi, Formasi Riau tetap meminta Presiden Jokowi menegur pemerintah daerah Se-Riau untuk benar-benar menjalankan Perpres 54 tahun 2018 tadi.

"Ini soal kewibawaan Presiden Jokowi sebagai kepala pemerintahan dan sebagai panglima pencegahan dan pemberantasan korupsi itu," katanya.


Abdul Aziz

 

599