Jakarta, Gatra.com- Kasus PT Asuransi Jiwasraya sudah bergulir sejak 2014. Saat ini merupakan dampak dari beberapa persoalan yang tidak kunjung teratasi.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memeriksa pengelolaan bisnis asuransi, investasi, pendapatan, dan pembiayaan operasional tahun 2014-2015 pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) di wilayah Jakarta, Bandung, Medan, dan Surabaya.
Sejak saat itu, BPK telah memprediksi perusahaan asuransi ini akan menghadapi risiko gagal bayar atas transaksi investasi pembelian Medium Term Note PT HI.
Berdasarkan laporan BPK dari laporan Realisasi Program Kerja Pengawasan Tahunan (RPKPT) Satuan Pengawas Intern (SPI) Jiwasraya tahun 2014, perusahaan ini mengalami beberapa persoalan. Salah satunya penyalahgunaan pembayaran biaya asuransi sebesar Rp26.959.948,00 di Cabang Semarang Barat.
Selain itu, terdapat penyalahgunaan uang perusahaan sejak tahun 2008 hingga 2012 sejumlah Rp249.840.126,22 oleh salah satu pegawai di cabang Kota Baru. Dana tersebut digunakan untuk pembayaran biaya asuransi dan pengeluaran lainnya yang belum mendapatkan ijin serta dipergunakan untuk kepentingan pribadi. Saat itu, jabatan struktur organisasi Jiwasraya dipegang oleh Direktur Utama Hendrisman Rahim.
Meski mengalami beberapa persoalan, laba bersih Jiwasraya meningkat sebesar Rp404,740 miliar dari tahun sebelumnya atau 61,17%. Sedangkan beban perusahaan pada 2015 mengalami peningkatan sebesar 41,00% dari tahun sebelumnya. Hal ini sebagian besar berasal dari jumlah beban klaim dan manfaat kepada peserta serta kenaikan beban penasaran.
Pada 2018, direksi berganti. Hexana Tri Sasongko menggantikan Hendrisman Rahim menjabat sebagai Dirut Jiwasraya. Persoalan semakin pelik. Kekhawatiran BPK atas gagal bayar terjadi.
Sebagai informasi, di kuartal ketiga 2019, nilai utang Jiwasraya Rp49 triliun, asetnya Rp25 triliun. Ia menilai, ada defisit Rp24 triliun.
Direksi baru menyebut, permasalahan sudah terjadi sebelum ia menduduki posisi penting di Jiwasraya. Ada beberapa persoalan yang akan ia tanggani yakni membenahi fungsi kontrol manajemen risiko yang tidak berjalan dengan baik. Selain itu, melakukan analisa risiko kredit yang sebelumnya tidak ada.
"Kita lagi proses due diligent dan tidak bisa single solution. Kalau uangnya enggak mencukupi, nanti kita bicarakan teknisnya. Data perusahaan [tidak dapat] di-declare, belum selesai,"tuturnya di Gedung DPR RI, Senin (16/12).
Kemudian, untuk membuka rantai kasus besar ini, DPR mengusulkan Kejaksaan Agung agar mencekal Dirut lama Jiwasraya, termasuk Hendrisman Rahim. Namun, saat ini beredar kabar Hendrisman telah kabur ke luar negeri.
"Jatuh tempo Oktober-Desember. Kita harus [rapat] panja. Ini bukan maling, tetapi rampok. Direksi lama agar ada pencekalan," ujar anggota DPR RI, Rieke Diah Pitaloka.
Kejaksaan Agung tidak tinggal diam. Pada Jumat (27/12), sudah ada pencekalan ke luar negeri bagi direksi lama yaitu HR, DYA, HP, MZ, DW, GL, ER, HD, BT, dan AS. Akankah kebijakan tersebut berjalan efektif dan membongkar kasus lama yang merugikan nasabah Jiwasraya? Kita tunggu hasilnya.