Jakarta, Gatra.com - Peneliti dari Indonesian Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramdhana, mengkritik langkah Pemerintah yang menginginkan KPK lebih fokus pada pencegahan korupsi daripada penindakan. Padahal, pencegahan korupsi merupakan domain Pemerintah dan KPK hanya bisa berwenang memberikan rekomendasi saja.
Di sisi lain, menurutnya, KPK sudah berkali-kali melakukan pencegahan. Misalnya, untuk kasus e-KTP, KPK sudah merekomendasikan agar proyek ini tidak dilanjutinya. Rekomendasi lainnya, soal korupsi di Lapas, dana haji hingga dana bagi partai politik.
"Pemberantasan korupsi berkali-berkali istana bilang pencegahan. Pemerintah lupa eksekusi pencegahan itu bukan di KPK tapi di Pemerintah. Jadi KPK tidak bisa mengkesekusi ini, ini ranah pemerintah," kata Kurnia dalam diskusi "Catatan Akhir Tahun ICW" di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Minggu (29/12).
Maka dari itu, Kurnia melihat, Pemerintah dan DPR sengaja ingin memperlemah KPK. Hal ini sudah terlihat dengan adanya UU KPK yang baru, dampaknya per 17 Oktober lalu KPK sudah tidak bisa lagi bekerja secara cepat. Namun di sisi lain, Presiden Jokowi memainkan isu orang-orang baik dalam konteks Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
"Jokowi memainkan isu menaruh orang baik dengan sistem yang salah. Misalnya, Dewas orang-orang baik, tapi di sistem yang salah," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, secara formal ICW sedang melakukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai UU KPK. Sebab, disinyalir ada 26 poin yang akan menganggu kinerja KPK ke depan.
"Kebijakan politik hukum Istana dan DPR bertentangan dengan hukum internasional, padahal lembaga antikorupsi harus independen," ujarnya.