Slawi, Gatra.com - Momen pergantian tahun kini tak lagi menjadi berkah bagi para perajin dan penjual terompet musiman. Terompet yang mereka buat dan jajakan tak lagi laris diburu warga yang ingin merayakan tahun baru.
Salah satu perajin dan penjual terompet di Desa Debong Wetan, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Slamet (50), mengaku tak lagi membuat terompet menjelang tahun baru seperti beberapa tahun sebelumnya. Ia memilih menjual terompet sisa tahun lalu.
"Terompet yang dibuat tahun lalu saja masih banyak. Belum laku. Sekarang penjualan terompet sudah sepi pembeli," katanya, Sabtu (28/12).
Slamet sudah mulai berjualan terompet tahun baru beberapa hari menjelang Natal. Biasanya sehari-hari ia berjualan mainan anak-anak.
Pria asal Purwantoro, Kabupaten Wonogiri itu mesti berkeliling ke sejumlah tempat di Kabupaten Tegal dan Kota Tegal menggunakan sepeda agar terompet buatannya bisa terjual.
"Dulu hanya mangkal saja di pinggir jalan sudah bisa laku banyak. Sekarang harus keliling. Itu pun sehari paling laku dua sampai tiga terompet," ungkapnya.
Menurutnya, terompet berbahan kertas yang dibuatnya sudah kalah dengan terompet yang terbuat dari plastik. "Sekarang orang juga lebih tertarik dengan mainan HP daripada terompet," ujarnya.
Slamet terakhir kali merasakan larisnya penjualan terompet tahun baru pada 2016. Kala itu, ia bisa menjual hingga 1.000 buah. Harga satu terompet yang dijualnya rata-rata Rp10.000.
"Dulu bisa dapat Rp10 juta dari jualan terompet menjelang tahun baru karena selain dijual eceran juga ada yang beli kulakan untuk dijual lagi. Sekarang sudah tidak ada lagi yang kulakan," ucapnya.
Perajin dan penjual terompet musiman lainnya, Abdul Khamid (37) mengutarakan hal senada. "Tiga tahun lalu masih ramai. Semakin ke sini semakin menurun, sepi. Terompet yang dibuat tahun lalu ini masih banyak," ujarnya, Sabtu (28/12).
Abdul yang sehari-hari juga berjualan mainan mengungkapkan, pada tahun lalu atau menjelang tahun baru 2019, ia membuat 2.000 buah terompet. Dari jumlah itu, yang terjual hanya 30 persennya saja.
"Tahun sebelumnya (2017), masih bisa laku sapai 90 persen dari jumlah yang dibuat," sebut pria yang juga berasal dari Kabupaten Wonogiri ini.
Abdul menuturkan, selain kemeriahan tahun yang tiap tahun semakin berkurang, sepinya penjualan terompet tahun baru kian terasa saat muncul isu penularan virus melalui terompet pada 2018.
"Karena isu penyakit itu akhirnya penjualan menjadi sepi. Terus ini musim hujan juga pengaruh ke penjualan," ujarnya.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kini beberapa hari menjelang 2020, Abdul tak lagi bisa merasakan meriahnya penjualan terompet tahun baru. "Jualan mainan juga sepi karena kalah dengan mainan impor," tuturnya.