Jakarta, Gatra.com – Tim pemeriksa dari Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) telah merampungkan hasil investigasi dari kasus sertifikat penilai ilegal. Sebelumnya dikabarkan 54 orang terindikasi menggunakan sertifikat penilai ilegal atau sertifikat palsu dalam menjalankan praktik kerjanya.
Ketua Umum MAPPI, Okky Danuza mengatakan jumlah tersebut terus bertambah dari hasil investigasi dari Dewan Pengurus Nasional MAPPI. “Dari hasil investigasi [jumlahnya] bertambah, karena sifatnya ini kan bukan aduan,” kata Okky ketika dikonfirmasi Gatra.com. Meski tidak menyebut jumlah secara rinci, dirinya mengatakan pihaknya akan mempelajari kasus tersebut sebagai bahan antisipasi di masa datang.
Ia mengatakan kasus tersebut perlahan terungkap setelah MAPPI melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap mereka yang melakukan praktik penyelewengan ataupun mereka yang menjadi korban dari kasus tersebut. “Temuannya itu kan berdasarkan hasil pemeriksaan kami, karena dengan sistem yang sekarang ini terdeteksi kemudian kita coba konfirmasi terus dalami lagi sesuai modus, kemudian kita cari lagi berdasarkan data yang diolah itu bertambah jumlahnya”.
Baca juga: Kasus Pemalsuan Sertifikat, MAPPI Lakukan Investigasi
Dirinya mengatakan MAPPI dengan mudah melakukan pelacakan terhadap mereka yang diduga melakukan pemalsuan sertifikat penilai. Sejak 2017, Okky mengungkapkan pihaknya sudah memberlakukan sistem kompurisasi atau sertifikasi elektronik. Seorang penilai yang kredibel dan mengikuti seluruh rangkaian persyaratan akan secara otomatis masuk ke dalam dokumen digital atau database MAPPI.
“Justru sebenarnya yang apa yang terungkap sekarang itu hasil dari kita melakukan sistem dengan digital. Justru ini adalah hasil dari antisipasi karena dengan sistem yang sudah diinventarisasi semua semua sertifikat yang keluar itu ada QR Code nya,” ujarnya. Untuk itu ia mengatakan bila ada oknum yang mencoba memalsukan sertifikat penilai maka hal tersebut merupakan tindakan di luar kewenangan.
“Kalau sekarang ada upaya-upaya untuk melakukan itu, upaya pemalsuan itu ada tetapi alhamdulillah itu tidak tembus ke sistem. Karena kita sudah memberlakukan sistem komputerisasi semua,” katanya.
Setelah tim investigasi bekerja maka MAPPI akan menyerahkan hasil temuan tersebut ke Dewan Penilai untuk ditindaklanjuti dengan sidang etik. Dewan Penilai menurutnya akan memanggil pihak-pihak terkait dan meminta keterangan dari mereka yang diduga terlibat. “Sidang etik dilakukan kepada semua pihak yang diduga melakukan pelanggaran etik,” katanya.
Dewan Pengurus Nasional MAPPI menurutnya akan menjatuhkan sanksi kepada oknum dan pihak yang diduga terkait dengan skandal pemalsuan sertifikat penilai. “Jadi yang diperiksa adalah orang ke orang, kalau bicara hukuman maksimalnya dari sidang etika itu ya pemberhentian. Saya tidak bilang semuanya akan diberhentikan itu bergantung pada tingkat kesalahannya”.
Dirinya mengatakan kasus pemalsuan tersebut lebih banyak menyeret para penilai di tingkat dasar dan lanjut. Sejauh ini MAPPI terangnya sudah membangun komunikasi dengan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kemenkeu terkait kemunculan kasus tersebut. “Kalau itu terkait dengan penilai publik iya [pencabutan izin]. Kalau masalah izin itu ada di Kemenkeu,” katanya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kemenkeu, Firmansyah N. Nazaroeddin mengatakan pihaknya sudah mendapatkan informasi terkait adanya kasus penyelewengan sertifikat penilai. Sejauh ini Kemenkeu menurutnya masih memantau kasus tersebut dan belum mengambil sikap terkait polemik tersebut.
“Sampai saat ini kami belum ada pengaduan, namun secara informal kami sudah mengetahui. Permasalahan tersebut sedang diproses oleh asosiasi dan sedang kami pantau,” ujar Firmansyah dalam keterangan tertulisnya kepada Gatra.com, Senin (23/12) lalu.
Ia mengatakan pihak kemenkeu masih menunggu hasil investigasi formal yang dilakukan MAPPI. Berbicara soal sanksi menurutnya hal tersebut akan dikembalikan pada ketentuan yang ada. “Sedang proses ya. Kalau terbukti tentu ada sanksi sesuai ketentuan yang berlaku,” katanya singkat.
Dalam pandangan terpisah, pengamat properti Ali Tranghanda menyayangkan terjadinya kasus pemalsuan sertifikat penilai. “Harusnya ada sistem pengawasan yang lebih baik dari MAPPI termasuk pembenahan organisasinya,” kata Ali.
Direktur Eksekutif dari Indonesia Property Watch (IPW) itu mendorong agar kasus tersebut disikapi secara serius untuk menghindari fraud di masa mendatang. “Kalau memang ada pemalsuan harus ditindak apalagi terjadi di pendidikan dasar penilai,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa MAPPI memiliki mekanisme dan ketentuan tersendiri terkait etika profesi penilai. Sanksi menurutnya harus diberikan sesuai dengan tingkat kesalahan.
“Untuk sanksi harusnya MAPPI sudah ada mekanismenya. Pengawasan terhadap mekanisme dan wewenang siapa saja yang bisa mengeluarkan sertifikasi”. Ia optimis MAPPI lewat tim investigasinya berkemampuan membongkar kasus tersebut. “Jika ditelusuri harusnya bisa tahu siapa saja yang mempunyai otoritas tersebut,” pungkas Ali.