Home Kesehatan Kisah Penyintas Kanker Kandung Kemih

Kisah Penyintas Kanker Kandung Kemih

Jakarta, Gatra.com - Vincentia Endang Purnamasari yang karib disapa Endang, merupakan satu di antara penyintas kanker kandung kemih. Gejala penyakit itu sudah dirasakannya sejak empat tahun silam. Kepada Gatra, Endang mengisahkan saat awal ia divonis menderita penyakit bernama lain Ca Buli-buli itu.

Ia menjelaskan, pada pertengahan 2015 lalu, perutnya kolik. Setelah diperiksa melalui USG, Endang mendapati ginjal kirinya disesaki batu dan benjolan di kandung kemih yang diduga tumor.

Selang beberapa bulan, tepatnya 28 Oktober 2015, Endang pun menjalani operasi ginjal untuk membersihkan tumpukan batu itu. Namun pada saat operasi, ternyata ginjal kirinya dinyatakan tidak berfungsi.

"Akhirnya ginjal kiri saya diangkat atau dibuang," tuturnya melalui pesan singkat kepada Gatra.com, Jumat pekan lalu (20/12).

Setelah pengangkatan batu itu, dokter mulai memeriksa benjolan yang ada di kandung kemihnya. Secara bertahap, akhirnya perempuan berusia 52 tahun itu menjalani operasi pengangkatan benjolan kandung kemih dan pemeriksaan patologi anatomi (PA) pada Februari 2016.

"Dari hasil PA itu, saya dinyatakan positif kanker kandung kemih di level grade 1. Lalu saya di rujuk ke Rumah Sakit Kanker (RSK) Dharmais untuk tindak lanjutnya," ucap ibu tiga anak ini.

Endang menjalani pemeriksaan USG di Dharmais. Ia merasa kaget saat mengetahui adanya benjolan lagi di kandung kemih, tetapi dengan posisi berbeda. Lalu benjolan tersebut dibersihkan dan langsung dilanjutkan dengan kemoterapi sebanyak delapan kali, yang dilakukan setiap minggu sekali.

Terkait kemoterapi, Endang menuturkan, khusus kanker kandung kemih dilakukan dengan memasukkan obatnya ke kandung kemih melalui kateter. Setelah menjalani kemoterapi kedua kalinya, ia merasakan tubuhnya jadi sedikit bermasalah, yakni frekuensi buang air kecil menjadi sering, bisa 15 menit sekali sehingga ia terpaksa menggunakan popok.

"Mungkin ini efek dari kemo, setelah berapa bulan akhirnya mulai bisa (buang air kecil) berjarak satu jam sekali. Setiap kemo juga berat badan saya malah jadi naik," ujar dia.

Selepas kemoterapi, Endang mulai rutin kontrol kesehatan. Setahun menjalani kontrol kesehatan, lagi-lagi ia mendapati benjolan di kandung kemihnya. Akhirnya pada Oktober 2018 ia menjalani operasi lagi dan periksa PA kembali. "Ternyata kankernya sudah di level high grade," kata dia.

Sebelum menjalani rangkaian pengobatan itu, Endang mengaku tidak mengalami gejala spesifik kanker kandung kemih pada umumnya, seperti sulit buang air kecil atau urin yang berdarah.

Endang justru mengalami gejala sering buang air kecil, pegal di pinggang dan sakit mengganjal di perut bagian bawah. Awalnya Endang tak begitu khawatir karena ia hanya mendunga gejala itu adalah efek dari pekerjaannya sebagai sekretaris yang menghabiskan waktu duduk di kursi kantor. Akhirnya ia menyadari bahwa gejala itu diduga buah dari penyakit infeksi saluran kemihnya beberapa tahun sebelumnya.

Saat dinyatakan kanker kandung kemih oleh dokter, Endang mengaku sempat gugup, namun berusaha tetap tenang. Ia pun memilih untuk mencari solusinya dengan menanyakan langkah apa yang bisa ditempuh untuk menyembuhkan penyakitnya itu.

"Jadi selama ini, saya hanya mengikuti saran dokter tanpa berobat alternatif," katanya.

Endang lantas mengomunikasikan masalah itu dengan Tuhan dan keluarga. Pihak keluarga pun tetap memberi dukungan penuh kepadanya.

"Saat saya diberitahu dokter bahwa saya positif Ca Buli-buli, saya langsung berterus terang pada anak-anak dan minta mereka untuk menjalani kehidupan seperti biasa. Namun, saya juga meminta mereka untuk siap bila kemungkinan buruk terjadi," jelas dia.

Endang bahkan sudah meminta kepada pihak keluarga bahwa dirinya ingin dinyanyikan lagu Ave Maria pada pemakamannya kelak. "Mudah-mudahan mereka bisa melaksanakannya bila saat itu tiba," ujarnya.

Endang sendiri memutuskan berhenti kerja dan menjadi ibu rumah tangga selepas operasi batu ginjal. Ia hanya ingin berkonsentrasi dengan pengobatan yang sedang dijalankannya dan ingin lebih dekat lagi dengan anak-anak, terlebih si bungsu yang baru duduk di kelas dua sekolah dasar saat ia divonis kanker kandung kemih.

Saat ini, ia juga tidak mengonsumsi obat apapun dan hanya melakukan pengecekan kesehatan tiga bulan sekali. Meski tak menggunakan pengobatan alternatif, ia tetap berupaya lebih dengan minum jamu kunyit putih.

"Seminggu tiga kali saja, karena ginjal saya kan tinggal satu, jadi gak berani rutin minum setiap hari. Saya juga minum madu, supaya badan tidak gampang lelah," pungkasnya. 

10158