Jakarta, Gatra.com - Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menilai UU No.19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang disahkan DPR beberapa waktu lalu merupakan kemunduran bagi demokrasi Indonesia.
"Kami melihat bahwa satu moment yang kemudian menjadi krusial bagi tahun 2019, ini adalah moment pelemahan KPK," kata Direktur Centre for Media and Democracy LP3ES Wijayanto dalam acara dikusi Gedung ITS Tower, Jakarta, Sabtu (21/12).
Wijayanto menyebut, UU hasil revisi UU KPK nomor 30 tahun 2002 tersebut membuat KPK kini kehilangan fungsi kerjanya. Ditambah lagi beberapa prosedur seperti penyadapan harus seizin Dewan Pengawas.
"Itu yang jadi satu tumpuan kita semua, harapan semua. Harapan untuk satu pemerintahan yang bersih," tambahnya.
Dia menilai proses terbitnya revisi UU KPK sudah tersusun secara sistematis. Media sosial juga digiring agar ikut mempengaruhi masyarakat tak mempercayai kembali KPK karena merupakan sarang radikalisme.
"Kami melihat bahwa di ruang publik digital ada serangan yang masif, terhadap intitusi KPK. Yang menyatakan bahwa KPK adalah sarang radikalisme. Ada istilah Taliban itu kami lihat selama satu minggu menjelang pengesahan revisi UU KPK," terangnya.
Artinya, masyarakat digiring opininya agar KPK perlu diawasi dan dilemahkan
“Tuntutan mahasiswa dan elemen masyarakat sipil untuk menolak revisi UU KPK tidak diindahkan. Bahkan, pemerintah tetap ngotot mengesahkan peraturan tersebut meski telah jatuh korban jiwa,” katanya.
Peneliti LP3ES Malik Ruslan menilai klaim pemerintah untuk memperkuat fungsi pengawasan melalui Dewan Pengawas malah menghambat KPK dalam menjalanka fungsinya.
"Kita darurat korupsi. Supervisi (terhadap korupsi) dikurangi. Bagaiaman dilakukan supervisi kalau pengawasan dikurangi?" ungkapnya.
Ia juga menyoroti keterbatasan KPK untuk membuka kantor-kantor baru di luar Jakarta. Padahal wewenang kerjanya mencakup dari Sabang sampai Merauke.
Meski dilemahkan, Malik dengan tegas menyerukan KPK harus tetap menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi.
"UU No.19 tahun 2019 memperlemah secara total atau sempurna upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK, baik dalam konteks penindakan maupun pencegahan," katanya.