Jakarta, Gatra.com - Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani mengaku pesimis penurunan Suku Bunga Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 5% akan merangsang penyaluran kredit ke sektor riil.
Menurutnya, bank akan mengeluarkan kredit apabila ada permintaan dari para nasabah.
"Sekarang kita liat perusahaan besar aja kan sudah mulai banyak yang default. Kan kaya duniatex dan ada beberapa lain yang menunjukkan ada yang default. Kalau yang gede begitu apalagi yang kecil," ujarnya kepada awak media di ITS Tower, Jakarta, Jumat (20/12).
Aviliani berpendapat, pemerintah harus menjamin beberapa pihak yang kreditnya macet melalui restrukturisasi utang, tetapi harus disetujui Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Kalau enggak menjamin kan bank nya disalahin loh. Orang enggak bener kok dipenjemin? Kayak dulu jika inisiatif orang yang punya masalah disampaikan masalahnya apa," ujarnya.
Tambahnya, pemerintah cenderung mengeluarkan obligasi ketika adanya defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Apabila APBN membengkak, obligasi yang dikeluarkan lebih banyak.
"Pemerintah kelaurakan obligasi dengan bunga lebih tinggi (dari BI Rate), mininal bank ikut suku buganya. Harusnya deposito jangan dekat BI Rate. Itu yang jadi masalah tidak ada trasnsmisi penurunan BI Rate," katanya.
Berdasarkan catatan Bank Indonesia, pertumbuhan kredit perbankan pada November 2019 mencapai 6,53%, lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 7,89%.